Page 157 - E-KLIPING KETENAGAKERJAAN 5 NOVEMBER 2021
P. 157
Ringkasan
Upah Minimum Provinsi (UMP) pada 2022 diprediksi tidak akan naik jika melihat situasi saat ini
terjadi inflasi global. Hal tersebut dikhawatirkan akan berimbas pada kenaikan harga pada
sejumlah barang di dalam negeri. Tetapi dari sisi lain menjadi pertanyaan apa perusahaan
mampu membayarkan kenaikan gaji karyawannya jika dinaikkan.
TUNTUTAN PEKERJA UMP 2022 NAIK BAKAL SULIT TERPENUHI
Upah Minimum Provinsi (UMP) pada 2022 diprediksi tidak akan naik jika melihat situasi saat ini
terjadi inflasi global. Hal tersebut dikhawatirkan akan berimbas pada kenaikan harga pada
sejumlah barang di dalam negeri. Tetapi dari sisi lain menjadi pertanyaan apa perusahaan
mampu membayarkan kenaikan gaji karyawannya jika dinaikkan.
"Jadi saya memprediksikan kalau pun naik tidak terlalu besar. Tapi prediksi saya tidak akan naik,
karena mempertimbangan satu sisi kondisi dunia usaha dan kebutuhan pekerja," kata Pengamat
Ekonomi dari Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Mataram (Unram) Dr Firmansyah,
Rabu (3/11).
Menurutnya, dunia usaha jika lihat tengah lesu beberapa tahun terakhir. Kemudian sisi lain
memang pekerja mau tidak mau harus dipertimbangkan untuk dipenuhi kebutuhannya. Secara
rasional memang sulit berharap meningkatkan kemakmuran dari segala aspek. Terlebih harga
energi dunia yang mengalami peningkatan, sehingga inflasi tidak bisa dihindari karena kondisinya
global. "Kita khawatirkan terutama barang - barang ekspor, jadi daya beli masyarakat tujuan
ekspor akan menurun kalau inflasi di negera tujuan tinggi. Malah tidak serap barang yang biasa
kita ekspor. Ini menjadi persoalan disisi perusahaan dan tenaga kerjanya," terangnya.
Kendati, ada beberapa industri yang justru menguntungkan di masa pandemi covid ini. Seperti
industri makanan, tetapi tidak bisa Tapi kita tidak bisa menggeneralisir semua industri, karena
secara keseluruhan ekonomi saat ini diketahui sedang lesu. "Makanya saya prediksi sulit
diharapkan terjadi kenaikan UMP tahun 2022. Bisa saja terjadi polemik di perusahaan dan
pekerja, kita kebutuhan harian dari pekerja semakin tinggi di tengah harga yang dikhawatirkan
meningkat kedepannya," ucapnya.
Namun secara rasional ketika UMP itu naik diluar kemampuan perusahaan, tentu akhirnya yang
dilakukan rasionalisasi. Hal tersebut sama saja juga merugikan pekerja. Artinya memang perlu
mencari titik temu yang tidak merugikan pekerja dan perusahaan.
"Satu sisi pekerja tidak benar-benar dirugikan, tetapi perspektif perusahaan juga bisa dipikirkan
keberlanjutan bisnisnya. Tapi alangkah baiknya ada industri mengurangi profitnya atau
devidennya untuk mengakomodir peningkatan UMP," imbuhnya.
Dikatakan, trend inflasi mengalami kenaikan dan mengkhawatirkan, walaupun dilihat pada masa
pendemi satu atau dua tahun belakangan NTB justru mengalami deflasi. "Tapi inflasi dan deflasi
itu sama sama penyakit yang menyebabkan gairah ekonomi menurun. Makanya harus dijaga
agar ekonomi daerah normal," ucapnya.
Sebelumnya, serikat pekerja meminta untuk UMP 2022 bisa naik 7-10 Persen. Karena selama 2
tahun ini UMP tidak ada kenaikan dampak pandemi Covid-19. Hal tersebut dikeluhkan serikat
pekerja, padahal kondisi pengusaha sudah berangsur-angsur membaik. "Kita tuntutannya 7-10
persen naik UMP tahun 2022, dari sekarang kita suarakan. Kedua, kita minta untuk tetap
diberlakukan UMK. Upah minimum sektoral itu harus tetap diberlakukan," kata Ketua DPD Serikat
Pekerja Nasional (SPN) NTB, Lalu Wira Sakti. (dev).
156