Page 30 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 23 JUNI 2021
P. 30
PILIHAN TERSULIT BAGI SEKTOR UMKM APABILA PSBB DITERAPKAN
Kebijakan pemerintah dalam menekan penyebaran Covid-19, seperti pembatasan sosial berskala
besar, membuat pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah berada dalam pilihan tersulit.
Walaupun telah diuji menghadapi pandemi selama lebih dari satu tahun, sejumlah pilihan
terburuk akan dihindari pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah atau UMKM sekuat mungkin.
Pengalaman menghadapi pandemi Covid-19 menunjukkan, tak sedikit pelaku UMKM yang gulung
tikar. Dari tak mampu lagi menyewa kios atau gerai, mengurangi jam kerja karyawan,
merumahkan karyawan, hingga terpaksa melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) turut
mewarnai UMKM.
Memang, mereka yang berhasil bertahan lebih disebabkan memiliki kemampuan adaptasi,
kreatif, dan inovatif. Cepat menangkap peluang usaha baru meskipun peralihan usahanya hanya
bersifat sementara untuk bertahan hidup. Namun, usaha barunya tetap terus diuji dalam
kompetisi karena tak sedikit pula UMKM yang beralih ke usaha yang dibutuhkan masyarakat,
seperti memproduksi masker, pelindung wajah, alat ataupun produk kesehatan.
Coky Anderson Siagian, pemilik warung ayam bakar See-Jontor, di Jakarta, Selasa (22/6/2021),
mengatakan, pengalaman kebijakan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) tahun lalu sudah
terasa berat. Tentu saja, situasi yang bakal ia hadapi semakin berat jika PSBB kembali
diberlakukan oleh pemerintah.
”Sebab, otomatis penjualan akan menurun dan pendapatan semakin tergerus lagi. PSBB bakal
membuat semakin banyak orang bekerja dari rumah dan takut keluar rumah. Tapi, memang
pilihan sulit. Mau bagaimana lagi, penyebaran Covid-19 sedang meningkat. Kami juga tidak mau
ambil risiko,” kata Coky.
Sebagai pelaku UMKM memang tidak boleh putus asa. Paling tidak, kata Coky, dirinya akan
kembali mengandalkan penjualan secara daring dan juga pendekatan pertemanan yang selama
ini sudah cukup membantu usahanya.
Coky meminta pemerintah tidak sekadar membuat kebijakan pembatasan ataupun denda kepada
UMKM, tetapi juga lebih tegas kepada masyarakat yang tidak mematuhi protokol kesehatan.
Caranya dengan menerapkan juga denda setinggi-tingginya kepada masyarakat yang melanggar
prokes. Kalau pandemi tak teratasi dan PSBB terus diterapkan, semakin banyak lagi pelaku UMKM
yang akan bangkrut.
Agus Sudarmono, pemilik usaha aneka produk sambel EsambelinCakMono, mengatakan, ”Siap
atau tidak siap terhadap kebijakan pemerintah, UMKM, ya, mau tidak mau siap. UMKM, terutama
usaha mikro, itu ibarat ilalang. Hidup di tanah tandus, dibakar pun akan hidup lagi.”
Selama ini, kata Agus, dirinya lebih mempertahankan loyalitas konsumen dengan melakukan
inovasi tanpa menghilangkan menu utama berupa produk sambel. Bahkan, strategi pemasaran
yang dilakukan tidak sekadar memanfaatkan media sosial, tetapi kontennya pun berisikan
keterbukaan cara memproduksinya.
Guna membangun citra menghargai proses, UMKM tak perlu sungkan menunjukkan proses
produksi kepada konsumen. Tentu, kebersihan dan higienitas menjadi hal-hal yang masih dicari
oleh konsumen.
Secara terpisah, Tri Sukamto, pemilik PT Bimuda Karya Teknik, di Tegal, Jawa Tengah,
mengatakan, industri komponen otomotif tak pernah bisa membayangkan kembali jika PSBB
diterapkan pemerintah. PSBB yang diterapkan pada industri otomotif besar akan berefek domino
pada industri kecil dan menengah (IKM), termasuk di Lingkungan Industri Kecil Takaru, Tegal.
29