Page 32 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 1 JULI 2021
P. 32
Bank Dunia mencatat, dalam kurun waktu 2008-2018, sebanyak 39 juta pekerjaan dicipta-kan
di sektor nonpertanian. Namun, 45,8 persen dari lapangan kerja yang tercipta pada periode
tersebut adalah pekerjaan berupah rendah dan minim jaminan sosial.
Dari 85 juta pekerja yang mendapatkan upah di Indonesia pada 2018, hanya 13 juta pekerja
atau 15 persen yang masuk kategori kelas menengah. Hanya ada sebanyak 3,5 juta pekerja
yang mendapatkan upah di atas standar upah kelas menengah, serta berstatus pekerja tetap,
dan mendapatkan jaminan ketenagakerjaan.
Pandemi Covid-19, lanjut Monica, semakin menghambat upaya untuk menciptakan pekerja kelas
menengah. Krisis akibat Covid-19 kian memperburuk pertumbuhan pekerja kelas menengah.
Pangsa pekerja kelas menengah Indonesia yang 15,4 persen pada Agustus 2019, turun menjadi
10,2 persen pada Agustus 2020.
Tantangan tersebut menjadi semakin berat lantaran pengangguran dan angkatan muda yang
masuk angkatan kerja semakin bertambah. Dalam laporannya, Bank Dunia menunjukkan, pada
Agustus 2020, sejumlah 5,1 juta pekerja kehilangan pekerjaan sementara ataupun permanen
karena Covid-19. Sebanyak 24 juta pekerja lainnya (satu dari lima pekerja) mengalami
pengurangan jam kerja dan pendapatan.
Pada 2020, sebanyak 7 juta lulusan baru (termasuk lulusan universitas dan sekolah menengah)
yang disebut sebagai bagian dari "Generasi Covid-19" siap memasuki angkatan kerja. Pekerja
angkatan muda yang tertunda memasuki angkatan kerja pada 2020 sekitar 300.000 orang.
Tiga strategi reformasi
Kendati begitu, Cunningham menambahkan, pandemi ini bisa menjadi peluang untuk
bertransformasi guna menyiapkan sumber daya manusia (SDM) dan penyediaan lapangan
pekerjaan. Ini agar kelas menengah yang ada tidak tergerus atau turun kelas. Untuk mencapai
itu, Bank Dunia merekomendasikan tiga strategi reformasi yang akan membangun pekerja kelas
menengah.
Pertama, mengakselerasi pertumbuhan produktivitas di berbagai sektor. Caranya adalah dengan
meningkatkan investasi asing langsung yang mendorong transfer teknologi, serta bisa membantu
usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) yang terkait dengan sertifikasi produk, akses modal
dan pasar, serta teknologi.
Kedua, membangun iklim transisi pekerjaan. Ini diharapkan akan memungkinkan pekerja
memiliki banyak pilihan sektor atau perusahaan yang lebih baik dan produktif. Misalnya, ketika
ada perusahaan yang tutup, keluar dari Indonesia, atau terdisrupsi, pekerja mudah mendapatkan
gantinya. Langkah ini juga perlu ditopang dengan pembangunan sistem informasi lowongan
pekerjaan yang memadai dan sistem jaminan kehilangan pekerjaan.
Ketiga, membangun pekerja yang memiliki keterampilan dan diperlukan untuk menghadapi
pekerjaan yang lebih produktif. Salah satu upaya untuk itu bisa melalui peningkatan keterampilan
(upskilling) dan penambahan keterampilan baru ('reskilling).
Chatib Basri berpendapat, salah satu solusi untuk penciptaan pekerja kelas menengah adalah
dengan mengupayakan investasi asing langsung berbasis teknologi masuk ke Indonesia. Hal ini
akan meningkatkan produktivitas sekaligus keterampilan pekerja melalui transfer teknologi.
Khusus UMKM, pemerintah tidak cukup hanya dengan memberikan uang dan pendampingan.
UMKM juga harus diberikan akses pasar melalui program digitalisasi. Chatib menambahkan,
pemerintah harus mendorong perusahaan agar bisa menyerap tenaga kerja dan meningkatkan
keterampilan pekerja. Ini tentu saja tidak dengan memaksa, tetapi dengan memberikan insentif
bagi perusahaan yang mau menyerap calon tenaga kerja kelas menengah dan perusahaan asing
31