Page 71 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 30 APRIL 2021
P. 71
Pada era presiden pertama RI Soekarno, hari buruh sudah dirayakan dan Bung Karno selalu
hadir dalam perayaan.
Dikutip Harian Kompas, Rabu (30/4/2014), Bung Karno menyampaikan kepada para buruh untuk
mempertahankan politieke toestand.
Itu adalah sebuah keadaan politik yang memungkinkan gerakan buruh bebas berserikat, bebas
berkumpul, bebas mengkritik, dan bebas berpendapat.
Politieke toestand ini memberikan ruang bagi buruh untuk melawan dan berjuang lebih kuat.
Selain itu buruh juga harus melakukan machtsvorming, yakni proses pembangunan atau
pengakumulasian kekuatan.
Machtsvorming dilakukan melalui pewadahan setiap aksi dan perlawanan kaum buruh dalam
serikat-serikat buruh, menggelar kursus-kursus politik, mencetak dan menyebarluaskan terbitan,
mendirikan koperasi-koperasi buruh, dan sebagainya.
Sementara itu pada era Presiden Soeharto, Hari Buruh diidentikkan dengan ideologi komunisme
yang saat itu sangat dilarang keberadaannya.
Karena itu, penetapan Hari Buruh internasional pada 1 Mei pada masa Order Baru sempat
ditiadakan.
Dilansir Kompas.com, Minggu (1/5/2016), langkah awal pemerintahan Soeharto untuk
menghilangkan perayaan May Day dilakukan dengan mengganti nama Kementerian Perburuhan
pada Kabinet Dwikora menjadi Departemen Tenaga Kerja.
Hingga kini namanya menjadi Kementerian Ketenagakerjaan dan bukan Kementerian
Perburuhan.
Selain itu Soeharto menggunakan Awaloedin Djamin untuk mengisi jabatan menteri di
Departemen Tenaga Kerja, karena berlatar belakang perwira polisi.
Pada Mei 1966, Awaloedin mengusahakan agar Hari Buruh saat itu tidak dirayakan karena
berkonotasi kiri. Tapi gagal, karena buruh masih kuat. Barulah setahun kemudian dia berhasil
menghapuskan peringatan Hari Buruh Caranya dengan melemparkan gagasan bahwa peringatan
May Day selama ini telah dimanfaatkan oleh SOBCI/PKI.
Selanjutnya serikat buruh digiring untuk berorientasi ekonomis. Mulai dengan menyatukan
seluruh serikat buruh yang tersisa dari huru-hara 1965 ke dalam Federasi Buruh Seluruh
Indonesia (FBSI).
Lalu kemudian itu berubah menjadi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI). Meski begitu, nasib
buruh tidak banyak berubah.
Organisasi tersebut dekat dengan pemerintah dan dinilai tidak independen karena didanai
pemerintah.
Era Reformasi Tuntutan mulai lagi saat era reformasi. Tak hanya buruh yang berdemo, tapi juga
ribuan mahasiswa menuntut agar 1 Mei kembali dijadikan Hari Buruh dan Hari Libur Nasional.
Tapi demo berkembang tuntutannya saat era SBY. Mereka juga menuntut revisi UU
Ketenagakerjaan hingga jaminan sosial. Akhirnya itu membuahkan BPJS Kesehatan hingga BPJS
Ketenagakerjaan.
70

