Page 43 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 12 NOVEMBER 2020
P. 43
Dalam permohonannya, Hakiimi yang pernah bekerja sebagai pekerja kontrak waktu tertentu
(PKWT) merasa dirugikan atas pemberlakuan UU Cipta Kerja. Khususnya terkait dengan norma
yang menghapus ketentuan mengenai jangka waktu perjanjian kerja waktu tertentu atau pekerja
kontrak seperti diatur di dalam Pasal 59 Ayat (4) UU Ketenagakerjaan vide Pasal 81 UU Cipta
Kerja.
Selain itu, dalam kluster ketenagakerjaan di UU Cipta Kerja, terdapat norma yang dinilainya
merugikan hak konstitusional Hakiimi untuk mendapatkan imbalan dan perlakuan yang adil serta
layak dalam hubungan kerja.
"UU Cipta Kerja melanggar asas kejelasan tujuan, asas kesesuaian antara jenis, hierarki, dan
materi muatan, asas kejelasan rumusan, dan asas keterbukaan", bunyi dokumen permohonan
Hakiimi.
Pemohon berharap MK mengabulkan permohonan mereka dan menyatakan UU Cipta Kerja tidak
memenuhi ketentuan pembentukan UU berdasarkan UUD 1945.
Partisipasi publik
Pemohon lainnya dengan nomor 95/PUU-XVI11/2020, mengajukan uji formil dan materi UU Cipta
Kerja terhadap UUD 1945. Para pemohon Zakarias Horota, Agustinus R Kambuaya, dan Elias
Patege.
Dikutip dari dokumen permohonan, alasan mengajukan permohonan uji formil karena
pembentukan UU Cipta Kerja dinilai telah mengabaikan prinsip dasar pembentukan perundang-
undangan yang baik seperti tertuang dalam Pasal 5 UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang
Pembentukan Peraturan
Perundang-undangan. Pengabaian itu, antara lain, tak adanya keterbukaan dan partisipasi publik
dalam penyusunan UU itu.
Adapun alasan untuk mengajukan permohonan uji materi karena berkurangnya partisipasi
masyarakat dalam penyusunan analisis mengenai dampak lingkungan (amdal). Mereka berharap,
MK menyatakan Pasal 65 UU Cipta Kerja bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai
kekuatan hukum mengikat.
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo mempersilakan masyarakat yang keberatan dengan materi
di UU Cipta Kerja untuk mengajukan pengujian UU ke MK. Begitu pula kerap disampaikan
pimpinan DPR dan Badan Legislasi DPR. Menurut mereka, penyusunan UU telah transparan dan
melibatkan publik. Aturan di dalamnya pun diklaim untuk kepentingan publik. (PDS)
42