Page 66 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 8 MARET 2021
P. 66

Rosmidi, mantan pekerja migran Indonesia asal Lombok, menuturkan, dirinya pernah 8,5 tahun
              bekerja dengan empat kali masuk-keluar di Negara Bagian Perak, Malaysia. Ia kini sudah kembali
              ke kampungnya dan membuka bengkel las.

              Dahulu dia berangkat ke Malaysia karena tergiur upah tinggi untuk bekerja sebagai mekanik di
              pabrik. Sesampai di sana, ternyata gajinya sama dengan pekerja kasar lain yang tidak punya
              keahlian. Ia pulang dari Malaysia karena pemberi kerja tak kunjung menaikkan upahnya dari
              1.200 ringgit (Rp 4,2 juta) per bulan.

              Rosmidi mengatakan, di Lombok banyak calo mencari mangsa dengan menjanjikan upah 2.000
              ringgit hingga 3.000 ringgit (Rp 7 juta-Rp 10,5 juta) kepada calon pekerja migran. Padahal,
              begitu  bekerja  di  Malaysia,  upah  pekerja  migran  Indonesia  dipotong  untuk  ongkos  proses
              keberangkatan sejak prapenempatan. "Saat terakhir berangkat bekerja ke Malaysia, saya harus
              bayar Rp 9 juta. Setelah di Malaysia, gajinya dipotong 1.800 ringgit (Rp 6,3 juta)" ujar Rosmidi.

              Kondisi ini, kata Figo Kurniawan dari Serikat Buruh Merdeka Indonesia, membuat pekerja migran
              Indonesia  terabaikan  sejak  dari  daerah  asalnya.  Mereka  bagai  berjuang  sendiri  untuk
              kesejahteraan.

              Figo  berharap,  ada  penelitian  serius  terkait  masalah  tersebut.  Menurut  dia,  Malaysia  adalah
              negara tujuan pekerja migran Indonesia terbesar dibandingkan negara lain. Padahal, gaji pokok
              di Malaysia hanya 1.100 ringgit atau sekitar Rp 3,5 juta.

              Menurut  Figo,  akar  permasalahannya  adalah  kemiskinan.  Sepanjang  belum  ada  solusi
              pengentasan penduduk miskin di daerah, masyarakat akan mencari pekerjaan ke mana pun,
              hingga bermigrasi ke luar negeri. "Mereka ada yang lewat jalur tidak resmi karena pilihan yang
              disadari. Risikonya memang menantang maut di tengah lautan," katanya.

              Secara terpisah, menurut Direktur Jenderal Pembinaan Penempatan Tenaga Kerja dan Perluasan
              Kesempatan Kerja Kementerian Ketenagakerjaan Suhartono, pemerintah menyiapkan 45 layanan
              terpadu  satu  atap  (LTSA)  pelayanan  dan  perlindungan  pekerja  migran  Indonesia,  yang
              melibatkan pemerintah daerah. LTSA bertujuan mengintegrasikan sejumlah instansi pusat dan
              daerah dalam proses migrasi pencari kerja dan mengurangi penempatan pekerja migran tak
              sesuai prosedur. (ESA/NDU/IIAM/TRA)

































                                                           65
   61   62   63   64   65   66   67   68   69   70   71