Page 240 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 14 JULI 2021
P. 240

Said mengatakan, ini yang disebut komersialiasi. Tidak menutup kemungkinan program vaksi
              gotong royong dan vaksin berbayar secara individu juga terjadi hal yang sama.
              2.  Kemampuan  keuangan  tiap-tiap  perusahaan  dan  individu  warga  negara  berbeda.  Jumlah
              perusahaan menengah ke atas yang mampu membayar vaksin tidak lebih dari 10% dari total
              yang ada. Berarti hampir 90% dari total jumlah perusahaan di seluruh Indonesia atau lebih dari
              80%  dari  total  jumlah  pekerja  di  Indonesia,  perusahaannya  tidak  mampu  membayar  vaksin
              gotong royong.

              "Maka  ujung-ujungnya  akan  keluar  kebijakan  pemerintah  bahwa  setiap  pekerja  buruh  harus
              membayar sendiri biaya vaksi gotong royongnya. Jika ini terjadi apakah Kadin dan Apindo akan
              ikut bertanggungjawab? Jangan membuat kebijakan yang manis di depan tapi pahit di belakang
              bagi buruh Indonesia," tegasnya.

              Jumlah buruh di Indonesia sangat besar. Menurut data BPS 2020 jumlah buruh formal sekitar
              56,4 juta orang. Sedangkan buruh informal sekitar 75 juta orang. Dengan demikian, total jumlah
              buruh di Indonesia ada sekitar 130 jutaan orang. Bayangkan dengan keluarganya, maka total
              jumlah buruh dan keluarganya mendekati angka 200-an juta orang.

              Pertanyaannya  adalah,  apakah  seluruh  perusahaan  mampu  membayar  200-an  juta  orang
              (setidak-tidaknya 130-an juta buruh) untuk mengikuti vaksin gotong royong? Kalau harga vaksin
              gotong  royong  800-an  ribu  dikalikan  130-an  juta  buruh,  maka  dana  yang  harus  disediakan
              mencapai  Rp104  triliun.  Begitu  pula  secara  individu,  tidak  semua  warga  negara  mempunyai
              kemampuan bayar secara mandiri.

              "Jadi ini hanya proyek lip service yang hanya manis di retorika atau pemanis bibir tetapi sulit
              diimplementasikan di tingkat pelaksanaan. Ujung-ujungnya vaksin gotong royong hanya akan
              membebani buruh dari sisi pembiayaan," tegasnya.

              3. Di tengah ledakan PHK, pengurangan upah buruh, dan resesi ekonomi yang saat ini masih
              mengancam  (pertumbuhan  ekonomi  masih  negatif);  rasanya  tidak  mungkin  memberikan
              tambahan beban biaya kepada perusahaan untuk menyelenggarakan vaksinisasi gotong royong
              tersebut. Pasti biaya vaksin gotong rotong akan memberatkan perusahaan dan pada gilirannya
              nanti justru akan menekan kesejahteraan buruh. Apalagi kalau setiap warga negara membayar
              vaksin secara pribadi.

              Hal  lain,  mengingat  jenis  vaksin  yang  digunakan  berbeda  dengan  vaksin  yang  selama  ini
              diberikan secara gratis oleh pemerintah. Said Iqbal mengingatkan agar buruh tidak dijadikan uji
              coba vaksin. Dengan kata lain, harus dipastikan vaksin yang digunakan halal dan aman.

              "Intinya, KSPI mengharapkan kepada pemerintah agar pemberian vaksin untuk buruh dan setiap
              warga negara digratiskan," tegasnya.

              Bilamana  pemerintah  membutuhkan  anggaran  tambahan  untuk  menyelenggarakan  vaksin
              gotong  royong  ini,  sebaiknya  pemerintah  menaikkan  sedikit  dan  wajar  nilai  pajak  badan
              perusahaan (PPH 25) dan mengambil sebagian anggaran kesehatan yang dalam UU Kesehatan
              besarnya adalah 5% dari APBN dengan cara melakukan efisiensi birokrasi di bidang kesehatan.


              "KSPI setuju dengan vaksin gotong royong, tetapi biaya ditanggung pemerintah. Begitu pula,
              tidak diperlukan program vaksin individu dengan biaya sendiri. Karena sesuai dengan perintah
              konstitusi  sebagaimana diatur  dalam  UUD  1945,  UU  Kesehatan,  dan  UU  Karantina; program
              vaksinisasi Covid-19 ini adalah tanggungjawab negara," pungkasnya.





                                                           239
   235   236   237   238   239   240   241   242   243   244   245