Page 23 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 22 JULI 2021
P. 23
SYARAT TAK PUNYA TUNGGAKAN BPJS BISA BIKIN SUBSIDI GAJI SALAH
SASARAN?
Kementerian Ketenagakerjaan mengusulkan pekerja yang dirumahkan atau kena potong gaji di
masa PPKM Darurat dapat bantuan subsidi gaji Rp 500 ribu per bulan. Bantuan upah tersebut
akan diberikan untuk selama dua bulan yang dibayar sekaligus.
Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah mengatakan para karyawan yang ingin mendapatkan
bantuan ini harus terdaftar di BPJS Ketenagakerjaan dan aktif membayar iuran setiap bulan yang
dibayarkan perusahaan. Itu artinya, perusahaan tidak boleh menunggak iurannya.
"Peserta yang membayar iuran dengan besaran iuran yang dihitung berdasarkan upah di bawah
Rp 3,5 juta sesuai dengan upah terakhir yang dilaporkan pemberi kerja kepada BPJS
Ketenagakerjaan," kata Ida dalam konferensi pers Tindak Lanjut Arahan Presiden RI terkait
Perkembangan Terkini Penerapan PPKM, Rabu (21/7).
Adapun total pekerja yang dirumahkan atau upahnya dipotong yang akan menerima subsidi gaji
totalnya sebanyak 8,8 juta orang. Anggaran yang disiapkan oleh pemerintah sebesar Rp 8,8
triliun.
Wakil Direktur Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Eko Listiyanto
mengatakan, bantuan subsidi upah yang diberikan pemerintah selama dua bulan ke depan ini
bertujuan baik, meringankan beban bekerja yang gajinya dipotong atau dirumahkan namun tidak
di-PHK. Tapi, syarat yang diajukan bisa berpotensi bikin subsidi gaji ini salah sasaran.
"Kalau hanya yang aktif bayar (iuran), maka berpotensi salah sasaran hanya ke perusahaan
besar dan menengah yang terdampak sedang-ringan," kata dia saat dihubungi kumparan, Rabu
(21/7).
Menurut dia, justru pekerja di perusahaan yang tadinya lancar bayar iuran BPJS
Ketenagakerjaan, lalu tiba-tiba tidak aktif itulah yang perlu diutamakan karena menjadi salah
satu indikator bahwa tingkat keparahan dampak ke pekerjanya lebih berat.
Untuk menghindari subsidi gaji salah sasaran, Eko mengusulkan agar syarat perusahaan tidak
memiliki tunggakan iuran BPJS Ketenagakerjaan dihapus. Karena sangat mungkin saat ini yang
aktif bayar iuran mendapat windfall profit akibat pandemi.
Jadi, menurut dia, indikator pemberian subsidi gaji bukan berdasarkan keaktifan perusahaan
membayar iuran BPJS Ketenagakerjaan, tapi dilihat tingkat keparahannya.
"Maksud kebijakan itu mungkin baik, yang patuh dan aktif yang ditolong duluan, tapi nanti bisa
tidak optimal karena yang terparah sehingga sampai tidak bisa aktif bayar iuran lah yang
harusnya didahulukan," terangnya.
Sementara itu, Direktur Riset Center of Reform on Economics (CORE) Piter Abdullah,
berpendapat lain. Menurut dia, terlalu dini jika disimpulkan perusahaan yang taat membayarkan
iuran BPJS Ketenagakerjaan bagi pekerjanya, diartikan perusahaan lancar sehingga tidak tepat
menerima bantuan.
"Itu kesimpulan terlalu dini menyatakan kalau perusahaan lancar Bayar BPJS Ketenagakerjaan
maka kondisi perusahaan sehat," ujarnya.
Piter cenderung sependapat dengan Kemnaker, jika perusahaan yang pekerjanya layak dibantu
selama ini tertib melaksanakan program BPJS Ketenagakerjaan dan saat ini mengalami kesulitan
keuangan untuk membayar upah pekerjanya karena pandemi.
"Dua Hal ini harus menjadi persyaratan secara bersamaan," katanya.
22