Page 11 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 12 MARET 2021
P. 11
menerima tunjangan hari raya. Sebagian besar ART (82 persen) juga tidak bisa mengakses
jaminan sosial.
Dalam kondisi ketidakpastian pekerjaan dan haknya, sebagian ART berhadapan dengan
kekerasan majikan atau orang lain dalam pekerjaan mereka. Setahun terakhir (2019-2020),
kasus kekerasan terhadap ART justru meningkat 80 persen.
Tren kasus kekerasan terhadap ART meningkat rata-rata 5,5 persen sejak 2012 hingga 2019 dan
semakin meningkat sejak memasuki masa pandemi Covid-19.
Catatan dari lembaga Jala PRT itu sangat mungkin baru menggambarkan permukaan gunung es
problematika ART. Pasalnya, data pasti jumlah ART pun tidak tersedia. Sejauh ini belum ada
data terkini mengenai ART yang resmi dari pemerintah.
Merujuk laporan Jala PRT bertajuk "National NetWork for Domes-tic Workers Advocacy" (2015-
2017), data jumlah ART yang ada sejauh ini hanya sebatas estimasi di tahun 2015 yang mencapai
sekitar 4,2 juta orang (Kompas, 21/2/2021).
Populasi ART sebanyak itu setara 40 persen penduduk DKI Jakarta tahun 2020 yang mencapai
10,56 juta jiwa dan bahkan melampaui penduduk Daerah Istimewa Yogyakarta yang mencatat
populasi penduduk 3,88 juta jiwa tahun lalu.
Populasi ART juga terbilang besar jika dilihat dari kategori kelompok sektor pekerjaannya. Badan
Pusat Statistik (BPS) membagi lapangan pekerjaan ke dalam 21 sektor usaha, salah satunya
adalah kategori sektor ekonomi jasa lainnya.
Kategori jasa lainnya merupakan gabungan empat kategori pada klasifikasi baku lapangan usaha.
Salah satu kategori kegiatan jasa lainnya ini adalah jasa perorangan yang melayani rumah
tangga.
Berdasarkan kategori BPS itu, tercatat pekerja di sektor jasa lainnya konsisten meningkat
sepanjang 2017-2020, dari 6 juta orang menjadi 6,41 juta pekerja. Jika merujuk jumlah ART 4,2
juta orang dari publikasi Jala PRT, artinya hampir dua pertiga pekerja di sektor jasa lainnya
adalah ART.
Standar upah
Satu aspek yang krusial dalam persoalan ART adalah soal upah. Banyak negara yang masih
mengabaikan hal ini, termasuk Indonesia. Pekerjaan ART tak dianggap sebagai pekerjaan nyata
dan dikeluarkan dari produk domestik bruto dan kalkulasi ekonomi makro lainnya.
Begitu juga di Indonesia, undang-undang upah minimum hanya berlaku untuk perusahaan dan
karena itu tidak termasuk rumah tangga pribadi. Akibatnya, tidak mudah menentukan standar
upah minimum bagi ART.
Ketiadaan batasan kerja secara jelas dan hubungan kekeluargaan antara majikan dan ART
menjadi faktor yang memperkuat kompleksitas penentuan standar tersebut.
Bagi ART, bekerja di sebuah keluarga mengandung makna pengabdian kepada majikan yang
telah memberikan kerja dan perlindungan bagi mereka. Kondisi demikian terjadi manakala
sebuah keluarga memilih mencari ART melalui jalur informal yang hanya mengandalkan
informasi dari mulut ke mulut.
Aturan yang diterima ART melalui jalur ini terbilang lebih longgar. Pihak keluarga yang
mempekerjakan ART cukup membayar semacam uang jaminan, sedangkan soal gaji bisa
dinegosiasikan.
10