Page 238 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 25 AGUSTUS 2020
P. 238
omnibus law RUU Cilaka membuat kita dikontrol investasi dan modal asing. Ide tentang
Indonesia sebagai rumah bersama akan kacau dan jadi impian kosong
positive - Anwar Abbas (Sekjen Majelis Ulama Indonesia) Omnibus law tidak boleh lolos menjadi
UU tanpa disesuaikan terlebih dahulu dengan jiwa dan semangat dari Pancasila dan UUD 1945
Go to hell buat pertumbuhan dan kemajuan ekonomi kalau itu hanya akan dinikmati oleh
segelintir orang sementara rakyat banyak di negeri ini hanya akan mendapat ampas-ampasnya
saja
positive - Basri Bermanda (Ketua MUI Bidang Hukum dan Perundang-undangan) Kami lihat yang
mana yang dirasa baik dan bermanfaat, tapi mana yang memberi ruang kepada kapitalistik kami
tolak. Kami usul diperbaiki
Ringkasan
Sejumlah organisasi keagamaan merespons RUU Cipta Kerja. Ada yang lantang menolak, ada
pula yang abu-abu.
Sejumlah organisasi keagamaan merespons Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja (Ciptaker,
sebelumnya Cipta Lapangan Kerja alias Cilaka). Ada yang bulat menolak, ada pula yang 'abu-
abu'.
MUHAMMADIYAH TEGAS TOLAK RUU CIPTAKER, ORMAS KEAGAMAAN LAIN ABU-
ABU
Sejumlah organisasi keagamaan merespons RUU Cipta Kerja. Ada yang lantang menolak, ada
pula yang abu-abu.
Sejumlah organisasi keagamaan merespons Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja (Ciptaker,
sebelumnya Cipta Lapangan Kerja alias Cilaka). Ada yang bulat menolak, ada pula yang 'abu-
abu'.
Muhammadiyah paling tegas menolak. Ketua Pengurus Pusat Muhammadiyah Busyro Muqoddas
mengatakan RUU Ciptaker telah dikaji berkali-kali oleh organisasinya. Dari sana mereka
mengambil sikap "menolak secara resmi, secara tegas, lugas," kata Busyro kepada reporter Tirto
, Minggu (23/8/2020).
Muhammadiyah mengatakan RUU ini melanggar melanggar prinsip dan etika demokrasi sebab
dalam pembahasannya tak pernah melibatkan masyarakat sipil. Naskah akademik RUU tersebut
juga dinilai cacat. "Naskah akademiknya itu amburadul. Amburadulnya pada bangunan filosofi,
sosiologis, dan yuridis." Pasal-pasalnya juga dinilai mengancam semua aspek kehidupan,
keberlangsungan sumber daya alam dalam arti luas, kemudian aspek perizinan yang rawan
sogok.
Ribuan pasal dalam RUU tersebut mencakup 11 klaster, yakni Penyederhanaan Perizinan,
Persyaratan Investasi, Ketenagakerjaan, Kemudahan, Pemberdayaan, dan Perlindungan UMKM,
Kemudahan Berusaha, Dukungan Riset dan Inovasi, Administrasi Pemerintahan, Pengenaan
Sanksi, Pengadaan Lahan, Investasi dan Proyek Pemerintah, dan Kawasan Ekonomi.
Muhammadiyah juga khawatir salah satu akibat dari penerapan RUU ini, yaitu sentralisasi
kekuasaan ke pemerintah pusat. Hal ini memunculkan potensi kekuasaan yang otoriter dan bisa
mengarah ke fasisme, kata Busyro.
237