Page 239 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 25 AGUSTUS 2020
P. 239
Busyro juga menyebut RUU ini berpotensi menimbulkan kemarahan rakyat. Buntutnya polisi akan
melakukan tindakan represif. "Polisi makin di atas angin, itu nanti akan semakin represif dan
over reaktif," ujarnya.
Atas semua alasan tersebut PP Muhammadiyah telah mengirim surat ke Presiden Joko Widodo
dan DPR. Surat tertanggal 8 Juni 2020 itu meminta eksekutif dan legislatif tidak melanjutkan
pembahasan dan pengesahan RUU Ciptaker. Namun surat resmi itu tak pernah digubris.
"Keduanya tidak ada respons, minimal secara administratif sebagai standar minimal etika
birokrasi," kata Busyro.
Ormas Islam lain, Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), memang belum mengambil sikap
resmi sebagaimana Muhammadiyah. Namun beberapa kali petinggi organisasi ini telah
menyampaikan pernyataan keras.
Ketua Umum PBNU Said Aqil Siroj misalnya, sempat mengatakan, "versi pemerintah, RUU ini
untuk menciptakan pekerjaan seluas-luasnya. Tetapi kok malah berpotensi merugikan buruh?
Undang-undang itu harus melindungi warga negara. Setiap ada yang merugikan rakyat, saya
pastikan akan bela," kata Said saat menerima kunjungan Serikat Pekerja Seluruh Indonesia
(SPSI), Konfederasi Serikat Buruh Muslimin Indonesia NU (K-Sarbumusi), Konfederasi Serikat
Pekerja Nasional (KSPN), dan Konfederasi Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (KSBSI), 27
Februari 2020.
Reporter Tirto menghubungi Sekjen PBNU Helmy Faishal Zaini, Minggu (23/8/2020), untuk
bertanya soal sikap resmi PBNU. Ia lantas meminta reporter Tirto menghubungi Ketua Bidang
Hukum, Ham dan Perundang-undangan PBNU Robikin Emhas. Robikin juga kemudian menunjuk
orang lain. Ia meminta kami menghubungi Wakil Ketua Umum PBNU Mochammad Maksum
Machfoedz.
Maksum mengatakan pernyataannya mengenai RUU Ciptaker selama ini hanya
merepresentasikan latar belakang akademiknya sebagai guru besar teknik pertanian UGM. Apa-
apa yang ia sampaikan tak mewakili PBNU. "Bukan hasil pembahasan di PBNU. Sama sekali saya
tidak pernah klaim bahwa itu suara lembaga PBNU," kata Maksum, Minggu (23/8/2020).
Pada April lalu, ia mengatakan RUU Ciptaker ini sarat dengan aneka kezaliman , dan oleh
karenanya "tidak harus dilanjutkan." Persekutuan Gereja-Gereja Indonesia (PGI) juga belum
menyatakan sikap tegas. Ketua Umum PGI Gumar Gultom merekomendasikan koleganya untuk
memberikan pernyataan saat dihubungi reporter Tirto , Senin (24/8/2020).
Sekretaris Eksekutif Bidang Keadilan dan Perdamaian PGI Henrek Lokra mengatakan awalnya
mereka telah memberikan penilaian bahwa RUU ini tak memihak masyarakat kecil. Namun,
dalam perkembangannya, PGI mendapatkan banyak masukan baru. Oleh karena itu mereka
lakukan kajian lagi.
"Minggu depan kami akan sampaikan hasil kajian. Kami akan fokus pada beberapa klaster.
Apakah tolak sama sekali, belum sampai pada keputusan itu," kata dia kepada reporter Tirto.
Meski demikian, ia menegaskan saat ini sebaiknya pemerintah "fokus pada penanganan COVID-
19 ketimbang seperti kemarin, mengejutkan publik dengan mengesahkan RUU Minerba,
misalnya." Sebelumnya, 16 Juli 2020 lalu, Koordinator Komisi Hukum PGI Jhonny Simanjuntak
menyatakan menolak RUU tersebut. Jhonny menyebut RUU Ciptaker sebagai instrumen
imperialis dan neokolonialis dalam menaklukkan sumber daya alam, tanah air, dan manusia
Indonesia. Untuk menggagalkannya, asosiasi pendeta seluruh Indonesia menggalang penolakan
di daerah-daerah.
"Yang bisa menyejahterakan Indonesia adalah rakyatnya sendiri. Investor adalah pembantu
yang harus kita kontrol. Tapi omnibus law RUU Cilaka membuat kita dikontrol investasi dan
238