Page 198 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 29 DESEMBER 2020
P. 198
mengedepankan aspek hubungan kerja, maka akan mencakup semua jenis perjanjian kerja, baik
PKWT maupun perjanjian kerja waktu tidak tertentu (PKWTT), bahkan perjanjian kerja harian /
lepas (PKH/L) atau perjanjian kerja laut (PKL).
Dalam UU Ciptaker, yang diamanatkan untuk diatur dengan PP terkait dengan perjanjian kerja,
adalah: jenis dan sifat, atau kegiatan pekerjaan, jangka waktu dan batas waktu perpanjangan
PKWT yang semua ini adalah (konteks materi muatan) mengenai Hubungan Kerja. Demikian
juga yang berkenaan dengan PHK (ontslag), yang diamanatkan untuk diatur dalam PP, adalah
tata cara pemutusan hubungan kerja. Demikian, maka amanat-amanat tersebut, bisa di-
simplified menjadi “RPP Hubungan Kerja Dan Pemutusan Hubungan Kerja”.
Dengan demikian, idealnya draft RPP PKWT, AD, WKWI dan PHK harus dipecah dan
dikelompokkan masing-masing berdiri sendiri sesuai species-nya, dan paling tidak meliputi tiga
draft (RPP), yakni: 1) RPP Hubungan Kerja Dan Pemutusan Hubungan Kerja, dan 2) RPP Alih
Daya (Outsourcing), serta 3) RPP Waktu Kerja Dan Waktu Istirahat (WKWI). Disamping itu, RPP
Pengupahan, RPP Tenaga Kerja Asing, dan RPP Jaminan Kehilangan Pekerjaan juga masing-
masing terpisah.
Dengan demikian RPP dipisahkan sesuai dengan konteks kontennya, mana hukum
ketenagakerjaan, mana yang hukum bisnis dan mana yang termasuk ranah K3. Masing-masing
RPP dimaksud, secara umum dapat dijelaskan, sebagai berikut:
Pertama, RPP Hubungan Kerja dan Pemutusan Hubungan Kerja dapat meng-adopt materi
muatan dari beberapa ketentuan, antara lain Kepmenakertrans. No. Kep-100/Men/VI/2004 dan
UU R.I. Nomor 2/2004 yang terkait PHK (dalam UU dimaksud) dan Permenakertrans R.I. No.Per-
31/Men/VII/2008 serta eks-Pasal 158 dan Pasal 160 sampai dengan Pasal 172 UU R.I. Nomor
13/2003.
Kedua, RPP Alih Daya (Outsourcing), merupakan salah satu rumpun (family) dari UU
Ketenagakerjaan, namun substansinya merupakan perpaduan hukum bisnis dan hukum
ketenagakerjaan yang mencakup substansi yang sangat luas dan komprehensisif, maka harus
diatur secara jelas dan detail terpisah dari materi muatan lainnya -terutama menyangkut
pemahaman alih daya dan syarat-syaratnya-, sehingga tidak multi tafsir dan tidak disalah-
praktekkan, guna menghindari potensi praktek-praktek perbudakan (slavernij–esclavege) dan
eksploitasi (explotaion de l’homme par l’homme).
Materi muatan RPP Alih Daya tersebut, dapat di-adopt dari Permenakertrans. No. 19/2012 dan
SE-Menakertrans No-SE-04/Men/2013 serta dari beberapa peraturan instansi / lembaga lainnya
yang mengatur alih daya. Di samping itu, RPP ini harus dapat menjelaskan korelasi atau
persamaan dan perbedaan antara ketentuan alih daya (outsourcing) dalam UU Ketenagakerjaan
dengan pemborongan pekerjaan (aanneming van werk–uitbesteding) dalam KUH Perdata
(Burgerlijk-Wetboek), sehingga masyarakat dapat memahami karakteristik masing-masing alih
daya dan pemborongan pekerjaan.
Ketiga: RPP Waktu Kerja Dan Waktu Istirahat (WKWI) yang merupakan bagian (family) dari UU
Keselamatan Kerja (K3) yang harus diatur terpisah menjadi RPP tersendiri, karena ketentuan
WKWI mencakup substansi yang juga relatif luas dengan implikasi yang menyangkut banyak hal,
baik untuk WKWI normal maupun WKWI sektor/sub-sektor atau untuk jenis pekerjaan tertentu,
termasuk WKL.
Dalam penyusunan RPP WKWI dimaksud, materi muatannya dapat di-adopt (antara lain) dari PP
R.I. No. 21 Tahun 1954 jo Kepmenakertrans R.I. No.Kep-69/Men/1980. Kemudian beberapa
peraturan menteri tenaga kerja mengenai WKWI khusus (pada sektor/subsektor dan pekerjaan
tertentu), yakni: a) Kepmenakertrans R.I. No-Kep-234/Men/2003; b) Permenakertrans R.I.
197