Page 197 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 29 DESEMBER 2020
P. 197

Istirahat Dan Pemutusan Hubungan Kerja; 2) RPP Pengupahan; 3) RPP Tenaga Kerja Asing; dan
              4) RPP Jaminan Kehilangan Pekerjaan.
              Keempat  nomenklatur  draft  RPP  itulah  yang  menjadi  pokok  bahasan  (analisi)  tulisan  ini.
              Persoalannya, apakah pengelompokan dan nomenklatur RPP tersebut lazim dan sesuai dengan
              ketentuan serta amanat dalam UU Ciptaker? dan bagaimana idealnya? Analisis dan Kajian Hukum
              RPP  Perjanjian  Kerja  Waktu  Tertentu,  Alih  Daya,  Waktu  Kerja  Dan  Waktu  Istirahat  Dan
              Pemutusan Hubungan Kerja (RPP PKWT, AD, WKWI dan PHK), adalah draft /RPP yang judulnya
              relatif panjang dan merupakan penyatuan beberapa materi muatan yang substansinya berbeda.

              Dalam RPP PKWT, AD, WKWI dan PHK tersebut, terdapat empat substansi yang diatur, yaitu, p
              ertama, perjanjian kerja waktu tertentu ( PKWT atau lazim disebut kontrak) yang merupakan
              aspek hukum perdata ( privaatrecht ).

              Kedua, alih daya ( outsourcing ) atau dalam Pasal 26 huruf f UU No. 28 Tahun 2008 tentang
              UMKM disebut dengan "penyumberluaran" yang merupakan wilayah hukum bisnis ( business
              agreement ).

              Ketiga, waktu kerja waktu istirahat (WKWI) yang merupakan species dari UU Keselamatan Kerja
              (K3) sebagai genus -nya (UU No. 1 Thun 1970 tentang Keselamatan Kerja). Terakhir keempat,
              pemutusan hubungan kerja (PHK) yang masih serumpun (satu genus ) dengan PKWT yang juga
              termasuk dalam family hukum perdata ketenagakerjaan ( labor law ) yang biasanya dibahas
              dalam bab Hubungan Kerja dan Pemutusan Hubungan Kerja

              Dengan demikian konten RPP PKWT, AD, WKWI dan PHK, merupakan penyatuan materi muatan
              dari berbagai aspek, baik hukum privat (privaatrecht) maupun hukum publik (publiekrechtelijk).
              Maksudnya, bila dicermati lebih jauh penyatuan dimaksud tidak “serumpun” dan bahkan berbeda
              konteks dan subtansi hukumnya. Masing-masing memiliki materi muatan yang sangat luas dan
              mencakup banyak hal.

              Penyatuan  tersebut  mengabaikan  konsep  pengelompokan  (-dengan  meminjam  istilah  ilmu
              biologi-) menurut rumpun famili, genus atau species-nya, sehingga dapat dikatakan menyimpang
              dari asas pembentukan peraturan perundang-undangan yang baik yang mengharuskan adanya
              kesesuaian antara jenis, hierarki dan materi muatan serta kejelasan tujuan dan rumusan (Pasal
              6 huruf c UU No. 12 Tahun 2011).

              Perjanjian  kerja  (dalam  hal  ini,  PKWT)  dan  pemutusan  hubungan  kerja  (PHK),  sama-sama
              merupakan  aspek  keperdataan  di  bidang  ketenagakerjaan  dan  sifatnya  sebagai  hukum
              pelengkap  (aanvullenrechts)  yang  saling  terkait.  Sedangkan  alih  daya  walaupun  merupakan
              aspek keperdataan, namun termasuk dalam rumpun hukum bisnis.

              Sementara ketentuan waktu kerja dan waktu istirahat (WKWI) merupakan aspek hukum publik
              (publiekrechtelijk) yang termasuk dalam rumpun genus K3. Oleh karenanya ketentuan WKWI
              tersebut sifatnya memaksa (dwingendrechts). Secara umum, memang semua materi muatan
              RPP PKWT, AD, WKWI dan PHK tersebut, masih dalam satu family UU Ketenagakerjaan, namun
              keempat species tersebut, pada hakekatnya tidak dapat disatukan, karena akan mengabaikan
              asas ketertiban dan kepastian hukum serta keserasian dan keselarasan(Pasal 6 hutuf I dan j UU
              No. 12 Tahun 2011).

              PKWT adalah salah satu jenis perjanjian kerja yang melahirkan hubungan kerja. Artinya, sejak
              dibuatnya perjanjian kerja, sejak saat itu terjadi hubungan kerja (pacta sun servanda). Suatu
              saat perjanjian kerja diakhiri/berakhir, maka berakhir pula hubungan kerja dimaksud. Peristiwa
              itu dinamakan PHK. Berdasarkan kaidah tersebut, maka PKWT dan PHK dapat menjadi judul RPP
              tersendiri, namun harus mengedepankan aspek hubungan kerjanya (arbeidsverhouding) sebagai
              a-contrario  dari  pemutusan  hubungan  kerja  (ontslag–  discharge).  Maksudnya,  dengan

                                                           196
   192   193   194   195   196   197   198   199   200   201   202