Page 7 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 16 NOVEMBER 2020
P. 7

(masing-masing 8,45%; 12,14%; dan 16,93%; q-to-q). Pertumbuhan yang negatif hanya terjadi
              pada  impor  dan  LNPRT  (lembaga  non-profit  yang  melayani  rumah  tangga).  Perlu  dipahami,
              konsumsi rumah tangga dan investasi selama ini menyumbang 88,43% terhadap PDB.

              Sungguh pun begitu, pemerintah masih harus bekerja keras karena kinerja ekonomi ini masih
              jauh  dari  normal  bila  dibandingkan  dengan  data  tahun  sebelumnya.  Pertumbuhan  konsumsi
              rumah tangga, PMTB, ekspor, konsumsi LPNRT, dan impor seluruhnya negatif pada triwulan III
              2020 (yoy). Pertumbuhan positif hanya terjadi pada konsumsi pemerintah. Jadi, jalan masih jauh
              dari terang.

              Sodokan  ekonomi  terbesar  justru  datang  dari  sisi  ketenagakerjaan.  Pada  Agustus  2020
              pengangguran melonjak menjadi 9,77 juta orang (7,07%) dibandingkan dengan 7,10 juta orang
              (5,23%) pada Agustus 2019. Artinya, hanya dalam tempo enam bulan pandemi menyebabkan
              pertambahan pengangguran sebanyak 2,6 juta orang. Jika dirinci lebih detail, pengangguran di
              perkotaan naik2,7% dan di perdesaan naik 0,8%. Jadi, tekanan ekonomi lebih banyak terjadi di
              perkotaan  sehingga  jumlah  pengangguran  di  kota  meningkat  pesat.  Salah  satu  akibat  dari
              pandemi  ialah  peningkatan  pekerja  di  sektor  informal.  Pada  Agustus  2019  jumlah  pekerja
              informal 55,88% dan fomal 44,12%; sedangkan pada Agustus 2020 pekerja informal meningkat
              menjadi  60,47%  dan  pekerja  formal  tinggal  39,53%.  Pandemi  menyebabkan-peningkatan
              "informalisasi ekonomi". Persoalan informalisasi ekonomi ini serius karena level kesejahteraan
              pekerja menjadi menurun dan meningkatkan potensi pertambahan jumlah penduduk miskin.

              Situasi ketenagakerjaan ini seperti mundur 10 tahun ke belakang, ketika tingkat pengangguran
              sekitar level tersebut (7,15% pada Agustus 2010). Pemerintah telah berjuang selama puluhan
              tahun,  khususnya  sejak  krisis  1998,  mengurangi  pengangguran/kemiskinan  dan  pekerja
              informal.  Tahun  demi  tahun  ikhtiar  itu  dikerjakan  dengan  serius,  namun  pandemi
              meluluhlantakkan  seluruh  capaian  yang  telah  susah  payah  diusahakan.  Bahkan,  satu  bulan
              pandemi  sudah  menaikkan  angka  kemisknan  0,5%  (menjadi  9,6%  pada  Maret  2020).  Pada
              September 2020 ini hampir pasti persentase kemiskinan melonjak di atas 10% (BPS akan merilis
              data  ini  pada  Desember  2020  atau  Januari  2021).  Pada  2019  untuk  pertama  kalinya  angka
              kemiskinan  di  bawah  10%,  sebuah  prestasi  yang  diperoleh  atas  kerjasama  banyak  rezim
              pemerintahan. Jika pada Maret 2021 kemiskinan mencapai sekitar 12%, maka situasinya akan
              sama dengan pengangguran: pembangunan mundur 10 tahun. Pada 2011 jumlah penduduk di
              bawah garis kemiskinan sebesar 12,3%.

              Kecemasan  yang  sama  bisa  dirasakan  pada  isu  informalisasi  ekonomi.  Pada  Agustus  2011
              persentase pekerja informal mencapai 62,1%, sehingga jumlah pekerja formal hanya 37,9%.
              Situasi pada Februari dan Agustus 2021 nanti (ketika data pekerja dikeluarkan) kurang lebih juga
              akan sama, sehingga ini menjadi rintangan serius bagi pemerintah untuk merealisasikan gagasan
              transformasi ekonomi. Sektor informal dicirikan dengan ketiadaan badan hukum usaha, modal
              terbatas,  ketidakpastian  (kerap  digusur),  nilai  tambah  kecil,  dan  keterampilan  rendah.  Bagi
              negara  yang  dibebani  dengan  persentase  sektor  informal  yang  besar,  tentu  akan  sukar
              menggenjot kesejahteraan yang bertumpu kepada aktivitas ekonomi yang bernilai tambah (yang
              umumnya ada di sektor formal). Padahal pemerintah sejak lima tahun terakhir berjuang agar
              transformasi  ekonomi  bisa  disusun  dengan  solid,  antara  lain  dengan  jalan  pembangunan
              infrastruktur dan kualitas manusia. Pandemi telah melantakkan beberapa bagian dari rencana
              tersebut karena meledaknya pekerja informal.

              Sungguh  pun  begitu,  tidak  seluruhnya  hanya  kisah  kegelapan.  Tetap  terbit  cahaya  yang
              memantulkan harapan. Sekurangnya terdapat dua opsi yang tersedia. Pertama, investasi tetap
              menjadi  tulang  punggung  pemecahan  masalah.  Data  yang  tersedia  menunjukkan  tekanan
              investasi tertinggi sudah dilalui. Pada triwulan 11-2020 PMTB mengalami kontraksi yang dalam
              (-8,61%, yoy), sedangkan pada triwulan III-2020 masih kontraksi sebesar -6,48% (BPS, 2020).
              Triwulan III 2020 memang masih tumbuh negatif, namun dengan tekanan yang lebih kecil. Pada

                                                            6
   2   3   4   5   6   7   8   9   10   11   12