Page 214 - E-KLIPING KETENAGAKERJAAN 28 OKTOBER 2021
P. 214
SOAL KENAIKAN UMP, WAGUB DKI JAKARTA: TIDAK BOLEH MAU MENANG
SENDIRI
Wakil Gubernur DKI Jakarta Ahmad Riza Patria menyebut nantinya untuk kenaikan Upah
Minimum Provinsi ( UMP ) akan menyesuaikan dengan kemampuan para pengusaha. Sebab saat
ini masih dalam kondisi pendemi Covid-19.
"Setiap tahun kan kalau kita bicara kenaikan UMR itu kan memang selalu naik, tapi kita situasinya
sekarang masih pandemi, tentu kan kita juga lihat kemampuan para pengusaha. Pengusaha kan
sekarang banyak juga yang berat," kata Riza di Balai Kota, Jakarta Pusat, Selasa (26/10/2021).
Lanjut Riza, permintaan kenaikan UMP merupakan hal wajar. Namun kata dia harus disesuaikan
dengan secara proporsional, baik masyarakat dan pihak pengusaha. Politikus Gerindra tersebut
berjanji akan mencarikan solusi yang proporsional untuk semua pihak.
"Harus dicarikan yang terbaik, tidak boleh mau menang-menangan, pemerintah mau menang
sendiri, semaunya menentukan, kan tidak baik. Atau pengusaha maunya begitu tidak baik juga,
atau buruh semaunya sendiri kan tidak baik. Semuanya pasti akan duduk bersama di satu meja
untuk mencari solusi terbaik," jelas dia.
Sebelumnya, Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) Andi Gani Nena
Wea meminta kenaikan upah minimum provinsi (UMP) sebesar 8 persen untuk tahun 2022. Hal
ini menimbang tak adanya kenaikan upah pada 2021 karena dampak pandemi.
Ia berharap dengan kenaikan upah minimum tersebut mampu mendongkrak kesejahteraan
masyarakat, khususnya buruh.
"Kami meminta agar ada kenaikan upah minimum provinsi di 2022. Besaran kenaikannya 5-8
persen," katanya kepada wartawan di Jakarta, Selasa (26/10/2021).
Andi Gani menjelaskan, naiknya UMP diharapkan menjadi momentum kebangkitan daya beli
buruh yang selama ini terpuruk karena pandemi Covid-19.
Selain itu, Pimpinan Konfederasi Buruh Se-ASEAN (ATUC) ini meminta agar Kementerian
Ketenagakerjaan mempertimbangkan upah berdasarkan survei terhadap peningkatan harga-
harga komoditas di berbagai daerah. Begitu juga dengan mempertimbangkan perhitungan
kebutuhan hidup layak (KHL).
213