Page 260 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 5 OKTOBER 2020
P. 260
"Situasi saat ini yang masih berstatus pandemi Covid-19. Sehingga sangat dikhawatirkan akan
menjadi klaster penyebaran baru," kata Elly kepada wartawan, Minggu (4/10/2020). Alasan lain,
adalah mogok tidak diatur oleh aturan perundang-undangan yang berlaku.
"Karena mogok tidak diatur di dalam UU Ketenagakerjaan," imbuhnya.
Sebab menurut dia, pada dasarnya, mogok hanya boleh terjadi jika terjadi perselisihan antara
pengusahaan dengan buruh yang mengalami deadlock. Di satu sisi, lanjut dia, aksi mogok
nasional justru merugikan buruh. Di mana buruh akan semakin banyak terancam di-PHK
(penutusan hubungan kerja) setelah aksi mogok 3 hari tersebut.
"Sudah banyak buruh kehilangan pekerjaan. Karenanya, saya yakin buruh pun ketakutan
kehilangan pekerjaan pasca mogok 3 hari," urainya.
Sementara itu, pakar kesehatan masyarakat, Prof dr Hasbullah Thabrany mengaku berharap
agar masyarakat disiplin dalam menerapkan protokol kesehatan. Terlebih kasus Covid-19 kian
banyak, hingga merangsek ke klaster keluarga.
"Jadi kesadaran masyarakat itu bagian dari kunci," imbuh Hasbullah.
Lebih lanjut ditekankan Hasbullah, pembatasan sosial dari pemerintah tidak akan ada gunanya
ketika tidak diimplementasikan dengan baik di lapangan, hingga kemudian masyarakat juga tidak
patuh pada protokol kesehatan.
Sebagaimana diketahui, beberapa organisasi buruh berencana untuk melakukan aksi unjuk rasa
dan mogok nasional pada tanggal 6 sampai 8 Oktober 2020 nanti. Aksi itu dilakukan untuk
menolak pengesahan Rancangan Undang-Undang (RUU) Cipta Kerja (Ciptaker).
Namun pihak Polda Metro Jaya telah menegaskan bahwa pihaknya tidak akan memberikan izin
demo selama pandemi Covid-19. Hal itu dilakukan karena dikhawatirkan aksi demo
menyebabkan munculnya klaster baru. Apalagi kasus Covid-19 di Jakarta masih terbilang tinggi.
"Kemarin sudah saya sampaikan, Polri tidak akan pernah mengeluarkan izin untuk melaksanakan
kegiatan demo," demikian Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Yusri Yunus..
259