Page 531 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 5 OKTOBER 2020
P. 531

Create  Story      Ada  50  Juta  yang  Butuh  Pekerjaan,  RUU  Cipta  Kerja  Diklaim  Jadi  Terobosan
              kumparanBISNIS  Konten Redaksi kumparan  Pemerintah mengakui masalah ketenagakerjaan
              menjadi  lebih  kompleks  dengan  adanya  pandemi  virus  corona.  Untuk  mengatasi  masalah
              tersebut,  RUU Cipta Kerja  diklaim sebagai terobosan termasuk untuk membangkitkan ekonomi
              pasca-pandemi.

              Sekretaris Kemenko Perekonomian, Susiwijono Moegiarso, memaparkan data ketenagakerjaan
              yang makin kompleks terdampak oleh pandemi. Karena menurutnya, total ada 3,06 juta  pekerja
              yang terdampak. Dari jumlah pekerja yang terdampak pandemi itu, 1,44 juta di antara berstatus
              terkena PHK atau dirumahkan.

              Padahal sebelum pandemi pun, jumlah angkatan kerja Indonesia menurut data Badan Pusat
              Statistik (BPS) per Februari 2020, tercatat sebanyak 137,91 juta orang. Dari jumlah itu, yang
              terserap  lapangan  kerja  sebanyak  131,01  juta  orang  sementara  6,88  juta  lainnya  masih
              menganggur. Dari jumlah yang bekerja pun, 39,44 juta di antaranya merupakan pekerja paruh
              waktu dan setengah menganggur.

              Sehingga  jumlah  pengangguran  dan  angkatan  kerja  yang  bukan  pekerja  penuh  seluruhnya
              mencapai 46,32 juta. Jika ditambahkan dengan pekerja yang terdampak pandemi, maka totalnya
              ada 49,38 juta orang yang harus dibukakan lapangan pekerjaan baru.

              "Untuk  mengurai  masalah  ketenagakerjaan  yang  makin  kompleks  itu,  dibutuhkan  suatu
              terobosan  regulasi  yang  bisa  mempermudah  investasi.  Setiap  investasi  diharapkan  bisa
              membuka lapangan kerja baru, sehingga bisa menyerap angkatan kerja yang ada. Sayangnya,
              biaya  investasi  di  Indonesia  terbilang  mahal  dan  kurang  kompetitif  dibandingkan  negara
              tetangga," kata Susiwijono dalam keterangan resmi, Jumat (2/10).

              Mahalnya biaya investasi di Indonesia, didasarkan pada ICOR (Incremental Capital Output Ratio).
              Yakni perbandingan atau rasio antara tambahan investasi yang dibutuhkan, untuk menghasilan
              setiap satu unit output. ICOR Indonesia pada 2019, menurutnya sebesar 6,77 persen, lebih buruk
              dari  2018  yang  di  posisi  6,44  persen.  Bahkan  daya  saing  Indonesia  kalah  jauh  dari  negara
              tetangga seperti Malaysia, Filipina, Thailand, dan Vietnam punya ICOR di posisi ideal yakni 3
              persen.

              Selain ICOR yang tidak kompetitif, regulasi Indonesia juga terbilang rumit sehingga menjadi
              penghambat investasi. Hal ini terjadi baik di tingkat pemerintah pusat maupun daerah. "Dua hal
              tersebut menjadi penghambat investasi yang bersifat padat modal. Sedangkan investasi yang
              bersifat padat karya, lebih terkendala lagi oleh masalah ketenagakerjaan," imbuh Susiwijono.

              Menurut Susiwijono, standar upah minimum Indonesia dibandingkan negara lain, secara rata-
              rata jauh lebih tinggi. Belum lagi mahalnya biaya pesangon jika terjadi pemutusan hubungan
              kerja. Dia mengungkapkan, upah minimum di Indonesia ada di kisaran USD 170, lebih mahal
              daripada Vietnam yang di kisaran USD 150 per bulan. Bahkan rata-rata upah minimun di India
              dan Bangladesh, masing-masing di kisaran USD 100 per bulan.

              Pada saat yang sama, Susiwijono menilai, daya saing kualitas  pekerja  Indonesia dianggap
              kurang kompetitif.

              "Keberadaan  RUU  Cipta  Kerja  dimaksudkan  bisa  mengurai  kompleksitas  persoalan  tersebut.
              Bahkan pandemi Covid-19 menjadi momentum untuk melakukan pembenahan dan penataan
              ulang atas berbagai persoalan di sektor ekonomi, sehingga Indonesia tak kehilangan momentum
              untuk bangkit pasca-pandemi," tandasnya.

              RUU  Cipta  Kerja    dibuat,  juga  untuk  membenahi  persoalan  fundamental  yang  menghambat
              transformasi  ekonomi  nasional.  Seperti  obesitas  regulasi,  rendahnya  daya  saing,  dan  terus
              meningkatnya angkatan kerja yang membutuhkan lapangan kerja baru. Jika sudah disahkan
                                                           530
   526   527   528   529   530   531   532   533   534   535   536