Page 17 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 5 AGUSTUS 2020
P. 17
penderita stunting. Hal tersebut turut menjadi penyebab rendahnya kualitas angkatan kerja di
Indonesia.
KUALITAS RENDAH ANGKATAN KERJA DIBAYANGI STUNTING
Angkatan kerja Indonesia dibayangi persoalan stunting dan rendahnya tingkat pendidikan.
Kedua hal tersebut berakibat pada rendahnya kualitas tenaga kerja Indonesia.
Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Muhadjir Effendy mengatakan,
data Bank Dunia menyebutkan bahwa 54% angkatan kerja di Indonesia merupakan mantan
penderita stunting. Hal tersebut turut menjadi penyebab rendahnya kualitas angkatan kerja di
Indonesia.
"Itu bukan hanya karena intervensi di sektor pendidikan dan kesehatannya lemah, tetapi
memang karena asal muasalnya dari stunting sehingga untuk dinaikkan kualitasnya menjadi
lebih baik itu mengalami kesulitan," katanya saat membuka rapat kerja Kongres Wanita
Indonesia secara daring, Selasa (4/8/2020).
Berkaca dari hal tersebut, Muhadjir Effendy memandang penting program yang berorientasi
menyiapkan rumah tangga sebagai basis tumbuh kembang anak melalui asupan gizi yang bagus
bagi ibu. Kondisi eksisting, angka penderita stunting di Indonesia masih di atas 20%.
Presiden Joko Widodo dikatakannya menargetkan angka penderita stunting bisa turun sampai
di bawah 20% di akhir periode kepemimpinannya nanti. Akan tetapi, adanya pandemi virus
corona saat ini telah membuat penanganan kasus stunting tidak maksimal.
"Kami belum mengumpulkan data dengan adanya badai Covid ini stunting seperti apa. Kami
belum fokus karena masih babak be-lur menghadapi Covid-19 ini," tuturnya.
Sementara itu, penyiapan rumah tangga yang baik dari segi gizi untuk menurunkan tingkat
stunting juga bukan tanpa tantangan. Pasalnya, menurut dia, rumah tangga miskin masih tinggi.
"Masih sekitar 76 juta rumah tangga miskin di Indonesia. Sekitar 20% dari rumah tangga baru
yang miskin itu rata-rata adalah juga dari keluarga rumah tangga miskin. Sesama keluarga
miskin besanan kemudian lahirlah keluarga miskin baru," katanya.
Putus sekolah
Hal lainnya, Muhadjir mengatakan, angkatan kerja Indonesia juga diliputi tantangan lainnya
berupa tingginya angka putus sekolah di tingkat sekolah menengah pertama (SMP). Sebanyak
56% angkatan kerja Indonesia merupakan lulusan SD dan tidak tamat SD.
"Ini ancaman yang paling bahaya adalah drop out di tingkat SMP sehingga banyak sekali yang
tidak lulus SMP yang kemudian menjadi angkatan kerja. Angkatan kerja murah memang, tapi
tentu saja tidak produktif," tutur Muhadjir.
Sementara itu, tingkat serapan kerja angkatan kerja lulusan SD tergolong tinggi. Namun,
kualitas pekerjaannya masih jauh dari layak.
"Karena dia bisa bekerja sembarangan. Jadi, secara secara formal, dia memang mendapat
pekerjaan. Tetapi dari segi penghasilan dan kualitas kerjanya, sebetulnya sangat rendah dan itu
tidak mungkin kita membawa Indonesia menjadi negara maju kalau kualitas angkatan kerja kita
seperti itu," tuturnya.
16