Page 435 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 15 APRIL 2021
P. 435
Pembayaran THR harus dilakukan maksimal seminggu atau tujuh hari sebelum hari raya
keagamaan tiba. Meski begitu, ada kelonggaran yang diberikan pemerintah bagi perusahaan
yang tak mampu membayar THR karena masih terdampak pandemi. Perusahaan-perusahaan
tersebut diberi waktu maksimal sehari sebelum Lebaran tiba. Dengan catatan, ada kesepakatan
atau pembahasan secara bipartit terlebih dahulu antara pengusaha dan pekerja. Selain itu,
perusahaan diwajibkan untuk membuka laporan keuangan mereka secara transparan kepada
pekerja. "Ini berdasar laporan keuangan internal selama dua tahun terakhir. Harus dibuka secara
transparan," ungkapnya.
Setelah dicapai kesepakatan, perusahaan wajib menyerahkan hasil dialog kepada dinas
ketenagakerjaan setempat. Ida meminta gubernur dan bupati/wali kota untuk mengawasi.
"Kesepakatan tersebut harus dipastikan tidak sampai menghilangkan kewajiban pengusaha
untuk membayar THR 2021 dengan besaran sesuai ketentuan," kata dia.
THR diberikan kepada pekerja yang telah mempunyai masa kerja 1 bulan secara terus-menerus
atau lebih. THR juga diberikan kepada pekerja yang mempunyai hubungan kerja dengan
pengusaha berdasar perjanjian kerja waktu tidak tertentu atau perjanjian kerja waktu tertentu.
Perusahaan yang telat membayar THR akan dikenai denda 5 persen dari total THR yang harus
dibayar sejak berakhirnya batas waktu kewajiban pembayaran. Namun, denda itu tak
menghilangkan kewajiban pengusaha untuk tetap membayar THR kepada pekerjanya.
Sementara itu, pengusaha yang tak membayar THR akan dikenai sanksi administratif berupa
teguran tertulis dan pembatasan kegiatan usaha perusahaan tersebut.
Ida meminta pemda untuk tegas dalam menegakkan hukum sesuai kewenangan-nya terhadap
pelanggaran pemberian THR. Termasuk membentuk Pos Komando Pelaksanaan Tunjangan Hari
Raya Keagamaan Tahun 2021 (Posko THR) dengan tetap memperhatikan protokol kesehatan.
Di sisi lain, pengusaha masih menyampaikan keberatan terkait kebijakan pemerintah mengenai
THR tahun ini. Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Bidang Ketenagakerjaan
dan Hubungan Industrial Anton J. Supit menegaskan bahwa kebijakan tersebut memang tidak
akan berpengaruh pada industri besar yang memiliki kemampuan finansial yang masih baik.
"Bagi yang mampu tidak masalah. Tanpa SE pun. mereka akan bayar. Persoalannya, kan ada
yang tidak mampu. Sedangkan SE ini kesannya memaksakan harus bayar lunas," ujar Anton
kepada Jawa Pos.
Anton berpendapat, kesepakatan bipartit atau dua pihak secara khusus antara pemberi kerja
dan penerima kerja masih menjadi solusi yang cukup adil. "Siapa yang paling tahu kondisi
perusahaan jika bukan karyawan dan manajemen itu sendiri. Biarkan saja mereka berunding.
Kecuali jika ada perusahaan yang moral hazard-nya jelek. Misalnya, mampu tapi tidak mau
membayar sesuai aturan, nah itu biar karyawannya yang bersikap," tuturnya. (jp/beb)
Caption-THR. Puluhan ribu buruh rokok dari PT Djarum kudus menerima uang tunjangan hari
raya yang telah dicairkan sebesar Rp 97 milyar rupiah dari perusahaannya.
434

