Page 564 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 15 APRIL 2021
P. 564
hari raya keagamaan tiba. Meski begitu, ada kelonggaran yang diberikan pemerintah bagi
perusahaan yang tak mampu membayar THR karena masih terdampak pandemi. Perusahaan-
perusahaan tersebut diberi waktu maksimal sehari sebelum Lebaran tiba.
PENCAIRAN THR MAKSIMAL H-7 LEBARAN
Pemerintah mengeluarkan Surat Edaran (SE) Nomor M/6/HK.04/IV/2021 yang ditujukan kepada
para gubernur. Isinya tentang pelaksanaan pemberian tunj angan hariraya(THR) Idul Fitri bagi
pekerja/ buruh di perusahaan. Sebagaimana disampaikan Menko Perekonomian Airlangga
Hartarto sebelumnya, pemerintah meminta MENAKER Ida Fauziyah mengatakan, pemberian THR
keagamaan merupakan kewajiban yang harus dilaksanakan pengusaha kepada pekerja/buruh.
THR digunakan untuk memenuhi kebutuhan pekerja dan keluarganya dalam merayakan hari
raya keagamaan. “THR merupakan nonupah yang wajib dibayar pengusaha kepada pekerja atau
buruh,” ujarnya. Pembayaran THR harus dilakukan maksimal seminggu atau tujuh hari sebelum
hari raya keagamaan tiba. Meski begitu, ada kelonggaran yang diberikan pemerintah bagi
perusahaan yang tak mampu membayar THR karena masih terdampak pandemi. Perusahaan-
perusahaan tersebut diberi waktu maksimal sehari sebelum Lebaran tiba.
Dengan catatan, ada kesepakatan atau pembahasan secara bipartit terlebih dahulu antara
pengusaha dan pekerja. Selain itu, perusahaan diwajibkan untuk membuka laporan keuangan
mereka secara transparan kepada pekerja. “Ini berdasar laporan keuangan internal selama dua
tahun terakhir. Harus dibuka secara transparan,” ungkapnya. Setelah dicapai kesepakatan,
perusahaan wajib menyerahkan hasil dialog kepada dinas ketenagakerjaan setempat. Ida
meminta gubernur dan bupati/wali kota untuk mengawasi. “Kesepakatan tersebut harus
dipastikan tidak sampai menghilangkan kewajiban pengusaha untuk membayar THR 2021
dengan besaran sesuai ketentuan,” kata dia. THR diberikan kepada pekerja yang telah
mempunyai masa kerja 1 bulan secara terus-menerus atau lebih. THR juga diberikan kepada
pekerja yang mempunyai hubungan kerja dengan pengusaha berdasar perjanjian kerja waktu
tidak tertentu atau perjanjian kerja waktu tertentu. Perusahaan yang telat membayar THR akan
dikenai denda 5 persen dari total THR yang harus dibayar sejak berakhirnya batas waktu
kewajiban pembayaran.
Namun, denda itu tak menghilangkan kewajiban pengusaha untuk tetap membayar THR kepada
pekerjanya. Sementara itu, pengusaha yang tak membayar THR akan dikenai sanksi administratif
berupa teguran tertulis dan pembatasan kegiatan usaha perusahaan tersebut. Ida meminta
pemda untuk tegas dalam menegakkan hukum sesuai kewenangannya terhadap pelanggaran
pemberian THR. Termasuk membentuk Pos Komando Pelaksanaan Tunjangan Hari Raya
Keagamaan Tahun 2021 (Posko THR) dengan tetap memperhatikan protokol kesehatan. Di sisi
lain, pengusaha masih menyampaikan keberatan terkait kebijakan pemerintah mengenai THR
tahun ini. Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Bidang Ketenagakerjaan dan
Hubungan Industrial Anton J. Supit menegaskan bahwa kebijakan tersebut memang tidak akan
berpengaruh pada industri besar yang memiliki kemampuan finansial yang masih baik. “Bagi
yang mampu tidak masalah.
Tanpa SE pun, mereka akan bayar. Persoalannya, kan ada yang tidak mampu. Sedangkan SE ini
kesannya memaksakan harus bayar lunas,” ujar Anton. Anton berpendapat, kesepakatan bipartit
atau dua pihak secara khusus antara pemberi kerja dan penerima kerja masih menjadi solusi
yang cukup adil. “Siapa yang paling tahu kondisi perusahaan jika bukan karyawan dan
manajemen itu sendiri. Biarkan saja mereka berunding. Kecuali jika ada perusahaan yang moral
hazard-nya jelek. Misalnya, mampu tapi tidak mau membayar sesuai aturan, nah itu biar
karyawannya yang bersikap,” tuturnya. (jpnn/ila)
563

