Page 236 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 26 OKTOBER 2020
P. 236

MENGUKUR DAMPAK KENAIKAN CUKAI ROKOK TAHUN DEPAN

              Ada kabar yang beredar mengenai rencana kenaikan tarif cukai rokok tahun depan di kisaran
              17-19%. Namun Kementerian Keuangan (Kemenkeu) belum memastikan besaran kenaikan tarif
              cukai rokok tahun depan.

              Ekonom  Institute  for  Development  of  Economics  and  Finance  (INDEF)  Enny  Sri  Hartati
              mengatakan rencana kenaikan cukai hasil tembakau (CHT) tidak memiliki argumentasi yang kuat
              karena melanggar formula kenaikan harga komoditas.

              Formula  yang  dimaksud  adalah  rumus  kenaikan  harga  komoditas  yakni  menambahkan
              pertumbuhan ekonomi dan inflasi. Ketidaksesuaian terjadi karena rencana kenaikan tarif CHT
              muncul di tengah deflasi dan negatifnya pertumbuhan ekonomi.

              "Secara formulasi dan reasoning itu tidak ada argumentasi untuk dinaikkan cukainya," kata Enny,
              Sabtu (24/10/2020).

              Secara  historis,  biasanya  kenaikan  tarif  cukai  memang  terjadi  tiap  tahun.  Namun,  kenaikan
              tersebut terjadi saat situasi ekonomi normal. Sementara, saat ini pandemi COVID-19 berdampak
              ke daya beli dan pendapatan masyarakat.

              Enny  menilai,  rencana  kenaikan  tarif  cukai  tahun  ini  akan  berimplikasi  besar  pada  kerugian
              banyak pihak, baik konsumen, petani, industri, dan negara secara ekonomi maupun kesehatan.
              Pemerintah dinilai akan kehilangan aspek kemanfaatan dari kenaikan cukai itu sendiri.
              Pertama,  konsekuensi  nyata  dari  kenaikan  tarif  cukai  adalah  potensi  gempuran  rokok  ilegal.
              Menurutnya,  kenaikan  tarif  CHT  secara  tidak  langsung  memberikan  ruang  bagi  rokok  ilegal
              karena pemerintah berencana menaikkan tarif CHT di tengah kondisi daya beli yang lemah.

              "Insentif untuk rokok ilegal jadi tinggi, karena biaya rokok itu 78% untuk regulasi, masuknya ke
              penerimaan negara. Rokok ilegal kan nggak bayar itu, maka akan sangat murah sekali harganya.
              Sesederhana itu," tambah Enny.

              Kedua, kenaikan cukai akan mengganggu keberlangsungan ekosistem industri hasil tembakau
              (IHT). Dalam hal ini, bukan hanya industri rokok yang dirugikan, tetapi dari hulu ke hilir, mulai
              dari petani tembakau sampai konsumen akhir.

              "Yang jelas, kalau cukainya naik, harga tembakau petani akan makin ditekan, petani kita nggak
              punya bargaining power," tuturnya.

              Ketiga,  efektivitas  cukai  sebagai  instrumen  pengendalian  konsumsi  rokok  juga  tidak  akan
              optimal.

              "Saya  setuju pengendalian  tembakau  harus  ada,  tapi  kenaikan  cukai itu  bukan  satu-satunya
              instrumen," tambahnya.

              Lebih lanjut Enny juga menegaskan bahwa segmen Sigaret Kretek Tangan (SKT) tetap harus
              dilindungi.  Tidak  hanya  karena  SKT  menyerap  banyak  tenaga  kerja,  namun  juga  karena
              permintaan pasar juga mulai bergeser ke Sigaret Putih Mesin (SPM) dan Sigaret Kretek Mesin
              (SKM).

              "Sehingga,  kalau  SKM  dan  SPM  dinaikkan  dan  SKT  nggak,  itu  ada  bagusnya  juga  untuk
              mencegah migrasi semua ke mesin," tuturnya.





                                                           235
   231   232   233   234   235   236   237   238   239   240   241