Page 15 - KLIPING KETENAGAKERJAAN 14 OKTOBER 2020
P. 15
Dalam rumus yang sangat sederhana, salah satu faktor utama memutar roda ekonomi adalah
menggiatkan investasi, memacu laju ekspor, dan meningkatkan konsumsi.
Jika ini terjaga dengan baik, kita bisa mencegah atau meminimalkan pemutusan hubungan kerja
(PHK). Namun, rumus itu sangat sulit dilaksanakan apabila kesemrawutan aturan dan lilitan
birokrasi tidak dibenahi sesegera mungkin.
Dalam menyikapi RUU Cipta Kerja itu, seyogianya kita tidak membuat garis demarkasi antara
pengusaha (pemilik perusahaan) dan pekerja. Mereka adalah komponen yang saling melengkapi
dan membutuhkan. Karena itu, negara harus menjaga keseimbangan kedua komponen itu. Tidak
boleh menguntungkan hanya satu pihak. Perusahaan tak akan jalan jika tak ada tenaga kerja
yang menggerakkannya, tetapi tenaga kerja juga tidak banyak berarti apabila tidak ada lapangan
kerja yang bisa menampung.
Khusus masalah uang pesangon, yang banyak disorot itu, perlu kita agendakan secara
kontemplatif. Dalam UU lama dikatakan, seorang karyawan/karyawati yang diberhentikan harus
diberi pesangon 32 kali gaji yang hitungannya harus didasarkan pada masa kerja karyawan itu.
Dalam RUU Cipta Kerja, jumlah pesangon adalah 25 kali gaji.
Sebenarnya, pesangon 25 kali gaji adalah angka yang rasional untuk menghindari PHK. Apabila
segala ikhtiar kita lakukan agar tidak ada PHK, perbedaan angka-angka itu tak perlu lagi kita
persoalkan secara dikotomis. Jika ekonomi bangsa kita berjalan baik, para pengusaha bisa
menjalankan bisnis dengan baik, keduanya saling menguntungkan. Tidak perlu ada agenda PHK
karena pengusaha dan pekerja saling membutuhkan dan bergantung satu sama lain.
Jika investasi mengalir, pertumbuhan ekonomi dengan sendirinya terjadi. Dan manakala investasi
berjalan baik, akan terjadi persaingan sehat untuk mencari dan memakai tenaga kerja. Di situlah
peluang terbesar upah pekerja bisa naik karena tenaga kerja dicari dan dibutuhkan. Keadaan ini
yang terjadi di China dan Vietnam sehingga ekonomi mereka jadi kuat dan besar. Namun, jika
tak ada investasi, semua jadi semu.
Yang kita butuhkan sekarang adalah adanya aturan tentang upah minimal nasional yang menjadi
dasar bagi daerah, baik untuk tingkat provinsi maupun kabupaten/kota. Dengan adanya acuan
bersifat nasional itu, disparitas upah minimum di daerah tidak terlampau jomplang. Selama ini,
cara perhitungan upah minimum di daerah adalah menghitung laju inflasi dan pertumbuhan
ekonomi di daerah tersebut.
Apa pun posisi kita dalam menyikapi RUU Cipta Kerja, yang pasti, reaksi yang diekspresikan
dengan cara kekerasan justru kian memarjinalkan posisi pekerja, anak-anak kita, para
mahasiswa, dan rakyat secara umuMKarena pasti akan berpengaruh pada investasi secara
khusus. Nihil atau berkurangnya investasi akan menghambat pertumbuhan ekonomi.
Demonstrasi yang anarkistis, yang merusak infrastruktur untuk kepentingan rakyat, yang
berdampak langsung ke investasi lalu pertumbuhan ekonomi, adalah ikhtiar merusak masa
depan sendiri. Kita semua berniat memajukan kesejahteraan rakyat. Kekerasan dan perusakan
justru bisa menjauhkan niat kita itu dengan kenyataan.
14