Page 80 - KLIPING KETENAGAKERJAAN 14 OKTOBER 2020
P. 80
Sementara itu, Wakil Ketua Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) DPR Mulyanto mengaku
seluruh anggotanya tak ada yang ikut rapat penyisiran draf RUU Cipta Kerja sepekan terakhir
ini. Fraksi PKS menolak RUU tersebut.
Karena itu, kata Mulyanto, Fraksi PKS bergerak mandiri mengidentifikasi pasal-pasal yang
berubah dari yang sudah disepakati di panja. Jika ditemukan perbedaan, Fraksi PKS akan
mengungkap hal itu ke pimpinan DPR dan publik.
"Kami akan buka semuanya. Sebab, bahaya. Sekarang ini, kan, kesannya main petak umpet.
Sudah ngebut mengesahkannya, kejar tayang, pindah-pindah tempat (pembahasannya),
terakhir malah main petak umpet. Enggak bagus buat kita semua. Itu yang membuat rakyat
tidak percaya kepada pemerintah dan DPR," kata Mulyanto.
Dia menegaskan, rapat selama sepekan terakhir ini seharusnya benar-benar digunakan untuk
membenahi kesalahan ketik, bukan menyentuh substansi. Rapat juga tidak boleh dihadiri
perwakilan pemerintah atau anggota DPR, tetapi Sekretariat Jenderal DPR Sebab, setelah ketok
palu di rapat paripurna, lobi politik dan pembahasan substansi tak ada lagi.
"Kalau ada perwakilan pemerintah, itu, kan, berarti di luar resmi. Enggak resmi itu. Individu itu
sifatnya, perorangan," ucap Mulyanto.
Pada Selasa (13/10), Wakil Ketua DPR Azis Syamsuddin mengonfirmasi draf yang tuntas dan
siap dikirim Ke Presiden ialah draf 812 halaman. Azis juga menegaskan tidak ada perubahan
substansi apa pun dalam proses perbaikan draf. "Kalau substansi, tidak ada yang berubah. Saya
jamin itu. Bagi sahabat-sahabat anggota yang terhormat menyatakan ada substansi berubah,
baik ayat, pasal, dan kandungannya, semua ada rekaman, notulensi, dan catatan yang
merupakan bagian dari lampiran yang merupakan ketentuan UU 12 tahun 2011," ujarnya.
Jamak terjadi
Peneliti senior di Badan Keahlian DPR, Pol tak Partogi Nainggolan, mengatakan, utak-atik pasal
setelah RUU disetujui di rapat paripurna DPR sudah jamak teijadi. Dengan alasan membenahi
kekeliruan kata dan tanda baca di draf, tetapi kenyataannya substansi pasal diduga ikut diubah.
"Prak-tik perubahan pascadisahkan terutama semakin sering terjadi di DPR pasca-Reformasi,"
katanya.
Padahal, perubahan apa pun setelah RUU disetujui untuk disahkan di paripurna tidak dibenarkan,
termasuk di dalam nya tidak dibenarkan lagi memperbaiki kekeliruan kata atau tanda baca. Pasal
72 UU 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan menyebutkan,
RUU yang telah disetujui disahkan harus segera disampaikan ke Presiden untuk disahkan. Waktu
untuk penyampaian RUU maksimal tujuh hari.
Ironisnya menurut Partogi, ruang waktu 7 hari ini ditafsirkan berbeda oleh DPR. Dalam Tata
Tertib DPR, ruang waktu itu dinilai bisa digunakan untuk memperbaiki draf, terutama
memperbaiki kekeliruan kata dan tanda baca.
"Yang teijadi akhirnya substansi pasal bisa ikut diubah. Ini bukan hanya diduga terjadi di RUU
Cipta Kerja, melainkan di sejumlah UU lainnya," kata pria yang hampir 30 tahun menjadi tenaga
ahli DPR ini.
Menurut dia, perubahan substansi pasca-RUU disetujui sering kali teijadi karena, saat
pembahasan, bunyi pasal yang telah disepakati tidak langsung dituliskan di RUU. Namun, di luar
itu, tak tertutup kemungkinan, perubahan pasca-RUU disetujui disahkan sengaja di-toleransi.
Bagaimana pendapat Anda?
79