Page 228 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 17 MARET 2021
P. 228

EVALUASI SETAHUN PANDEMI, LEGISLATOR PKS BERIKAN CATATAN KASUS KE
              MENKES
              JAKARTA - Anggota Komisi IX DPR RI Fraksi PKS Kurniasih Mufidayati mengungkapkan beberapa
              catatan saat Rapat Kerja dengan Menteri Kesehatan (Menkes), Menteri Ketenagakerjaan, Kepala
              BPOM, Ketua Satgas Penanganan Covid-19, dan Dirut BioFarma, Senin (15/3).

              Catatan  pertama  Mufida  terkait  lamanya  hasil  PCR  yang  diterima  oleh  pasien.  Kecepatan
              informasi hasil PCR sangat menentukan keberhasilan 3T di Indonesia. Berdasarkan data yang
              didapatkan saat reses, hasil PCR pasien di RS, antara 3-5 hari. Bahkan tak jarang, sampai pasien
              meninggal, hasil PCR belum keluar.

              "Ini tentu saja terlalu lama untuk keputusan treatmen pasien, karena treatmen bisa dilakukan
              dengan  tepat  sesuai  hasil  PCR,"  ujar  Mufida,  kepada  Menkes  Budi  Gunadi  Sadikin,  Senin
              (15/3/2021).

              Anggota  DPR  RI dari  Dapil  Jakarta  II  ini  meminta  setahun  Pandemi  Covid-19,  hasil tes  PCR
              seharusnya bisa dipercepat hanya sehari setelah test. Semakin cepat hasil tes diperoleh, maka
              pasien  bisa  segera  diterapi  sesuai  dengan  tingkat  kegawatannya.  Akan  tetapi,  ia  melihat
              persoalan tes PCR sudah terjadi pada WNI yang pulang ke Tanah Air. Mufida mendapatkan fakta
              bahwa dalam lima hari karantina, WNI harus melewati dua kali tes PCR. Padahal sebelum terbang
              ke Indonesia, WNI tersebut juga sudah melakukan PCR.

              "Ini kan ada banyak pelajar dan Pekerja Migran Indonesia (PMI) yang harus tiga kali PCR dalam
              lima hari. Selain kasihan, ini juga tidak efisien dari segi anggaran. Bisakah hanya dua kali saja
              PCR.  Lalu  apakah  perlakuan  yang  sama  juga  diberlakukan  untuk  WNA  yang  masuk  kesini?
              Apakah untuk WNA dan TKA seketat itu?" tanya Mufida.

              Catatan lain yang sering menjadi temuan saat ini adalah sejumlah laporan adanya pasien yang
              usai  divaksin  kemudian  muncul  gejala  Covid-19,  bahkan  ada  yang  kemudian  meninggal
              pascavaksin.

              Situasi ini semakin menguatkan stigma negatif tentang vaksin, karenanya harus segera dilakukan
              antisipasi. Mufida mengusulkan untuk yang kesekian kalinya perlunya screening virus dengan
              alat tes yang akurat bagi masyarakat sebelum divaksin. Tak hanya itu, dia meminta data jumlah
              orang yang sudah melakukan vaksinasi kemudian terpapar positif Covid-19. Sebab fakta ini justru
              akan memberikan sentimen negatif dalam proses vaksinasi yang tengah berjalan.

              "Kami mohon data berapa yang sudah divaksinasi kemudian terpapar positif. Ini nanti untuk
              membandingkan tingkat efikasi Sinovac di angka 65,3 persen riil tidak. Sebab kami di lapangan
              terus mendukung sosialisasi vaksin, kalau sentimen ini tidak diperhatikan bisa semakin berat,"
              terang Mufida.

              Lebih  lanjut,  Mufida  mengingatkan  evaluasi  satu  tahun  Pandemi  perhatian  terhadap  tenaga
              kesehatan tidak dikurangi.

              Saat  tengah  berjuang,  kata  dia,  ada  beberapa  kebijakan  yang  justru  memberatkan  tenaga
              kesehatan satu di antaranya rencana pemotongan insentif.

              "Mereka itu mempertaruhkan jiwa dan raga. Ke depan saya garisbawahi, harus ada perhatian
              yang  lebih  tinggi  terhadap  kesejahteraan  dan  proteksi  tenaga  kesehatan  khususnya  dalam
              penanganan Covid-19 supaya terlindungi," tandasnya.





                                                           227
   223   224   225   226   227   228   229   230   231   232   233