Page 227 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 1 OKTOBER 2020
P. 227

oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). Kebijakan memperpanjang masa pelonggaran hanya
              akan membuat fasilitas kesehatan di Jakarta kian mengkhawatirkan.
              Langkah pemerintah yang memprioritaskan kesehatan masyarakat sudah tepat. Presiden Jokowi
              melalui akun twitter-nya pada 7 September lalu menyampaikan bahwa 'agar ekonomi kita baik,
              kesehatan harus baik'. Ini artinya, fokus utama pemerintah dalam penanganan pandemi ialah
              kesehatan dan keselamatan masyarakat.

              Berkaca dari kebijakan PSBB sebelumnya, banyak sektor usaha yang terpukul akibat pembatasan
              mobilitas masyarakat. Dilansir dari survei yang dilakukan oleh Katadata Insight Center (KIC)
              terhadap usaha kecil, mikro dan menengah (UMKM) di Jabodetabek pada Juni 2020 menemukan
              bahwa 82,9% UMKM terpukul pandemi. Bahkan 56,8% di antaranya berada dalam kondisi buruk.
              Hanya 5,9% saja UMKM yang mampu memetik untung.

              Padahal  UMKM  merupakan  tulang punggung  perekonomian  karena kontribusinya yang besar
              terhadap  produk  domestik  bruto  (PDB),  yakni  60,3%  dan  menyerap  97%  tenaga  kerja  di
              Indonesia.  Terganggunya  aktivitas  perekonomian  tersebut  telah  nyata  berdampak  pada
              peningkatan pengangguran dan kemiskinan.

              Menurut Kepala Dinas Tenaga Kerja, Transmigrasi, dan Energi DKI Jakarta, selama PSBB tercatat
              50.891 pekerja terkena pemutusan hubungan kerja (PHK) dan 272.333 pekerja dirumahkan.
              Adapun berdasarkan data Badan Pusat Statistik per Maret 2020, jumlah penduduk miskin di
              Jakarta bertambah sebanyak 376.600 jiwa.

              Di samping itu, penyaluran bantuan sosial (bansos) berupa sembako yang ditujukan bagi warga
              Jabodetabek pun banyak dikeluhkan. Pasalnya, ada beberapa jenis sembako yang tidak sesuai
              dengan kebutuhan keluarga penerima manfaat dan tidak jarang pula ada beberapa produk yang
              kualitasnya kurang memadai.

              Pun besaran bansos sembako yang diturunkan dari Rp 600.000 per bulan menjadi Rp300.000
              per  bulan  hingga  Desember  nanti,  menimbulkan  kekhawatiran  tidak  cukup  memenuhi
              kebutuhan.

              Untuk meredam lonjakan pengangguran dan kemiskinan serta membantu perekonomian agar
              tetap produktif, pemerintah pusat dan daerah harus bersinergi merumuskan strategi yang tepat.

              Dalam jangka pendek, pemerintah perlu mengubah skema penyaluran bansos sembako menjadi
              bansos tunai berupa uang dengan nilai yang sama dengan bulan sebelumnya, yakni Rp600.000
              per  keluarga.  Jika  mengacu  kepada  garis  kemiskinan  makanan  Provinsi  DKI  Jakarta  yang
              besarannya Rp466.156 per kapita per bulan, sebetulnya nilai bansos tidak mencukupi.

              Diasumsikan satu keluarga terdiri dari empat anggota, minimal dibutuhkan Rp1,86 juta per bulan
              per keluarga untuk memenuhi kebutuhan makannya.

              Adanya  peralihan  dari  bansos  sembako  ke  dalam  bentuk  uang  diharapkan  akan  mendorong
              pertumbuhan  UMKM.  Hal  ini  akan  menciptakan  multiplier  effect  yang  akan  berdampak  pada
              penciptaan lapangan usaha dan peningkatan pendapatan masyarakat.

              Kedua, pemerintah perlu melakukan pemetaan produk UMKM beserta peluang pasarnya, baik
              untuk  kebutuhan  domestik  maupun  ekspor.  Hal  ini  akan  sangat  membantu  UMKM  untuk
              menggenjot  produksi  dan  memasarkan  produk.  Untuk  mewujudkan  hal  tersebut,  diperlukan
              pendampingan intensif dari lembaga terkait agar para pelaku usaha mendapatkan pengarahan
              serta bimbingan.





                                                           226
   222   223   224   225   226   227   228   229