Page 194 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 9 OKTOBER 2020
P. 194

Ringkasan

              Revisi aturan mengenai tenaga alih daya (  outsourcing  ) dan pekerja dengan perjanjian kerja
              waktu  tertentu  (PKWT)  yang  termaktub  dalam  Undang-Undang  Cipta  Kerja  dipandang  bisa
              membawa iklim usaha yang lebih baik. Namun hal ini perlu disertai dengan sejumlah catatan,
              terutama dalam hal pengawasan.



              MENGUKUR UNTUNG RUGI SKEMA OUTSOURCING DAN KONTRAK DI UU CIPTA
              KERJA

              JAKARTA  --  Revisi  aturan  mengenai  tenaga  alih  daya  (    outsourcing    )  dan  pekerja  dengan
              perjanjian  kerja  waktu  tertentu  (PKWT)  yang  termaktub  dalam  Undang-Undang  Cipta  Kerja
              dipandang bisa membawa iklim usaha yang lebih baik.
              Namun hal ini perlu disertai dengan sejumlah catatan, terutama dalam hal pengawasan.

              Dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, pasal 59 menyebutkan
              PKWT hanya dapat dibuat untuk pekerjaan tertentu yang menurut jenis dan sifat atau kegiatan
              pekerjaannya akan selesai dalam waktu tertentu paling lama 3 tahun.

              Selain itu, perjanjian kerja waktu tertentu yang didasarkan atas jangka waktu tertentu dapat
              diadakan paling lama 2 tahun dan hanya boleh diperpanjang 1 kali untuk jangka waktu paling
              lama 1 tahun.

              Sementara itu, UU Cipta Kerja tak lagi secara gamblang menyebutkan jangka waktu tersebut.
              Dalam  ayat  4  asal  59  yang  telah  direvisi,  ketentuan  mengenai  jenis  dan  sifat  atau  kegiatan
              pekerjaan, jangka waktu, dan batas waktu perpanjangan perjanjian kerja waktu tertentu diatur
              lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

              Aturan ini sempat menimbulkan tafsir bahwa pemberi kerja akan leluasa mengontrak pekerja
              tanpa ada kepastian pengangkatan sebagai pekerja tetap.

              Lebih lanjut, UU Cipta Kerja turut merevisi ketentuan mengenai penggunaan tenaga alih daya.
              Berbeda dengan aturan pendahulu yang secara terperinci menjelaskan jenis pekerjaan yang bisa
              dialihdayakan,  UU  Cipta  Kerja  menghapus  ketentuan  dalam  pasal  64  dan  65  dan  tak  lagi
              membatasi jenis bisnis dengan skema ini.

              Dengan kata lain, pemakaian tenaga alih daya pun bisa diperluas jenis pekerjaannya.

              Ketua Umum Asosiasi Bisnis Alih Daya Indonesia (ABADI) Mira Sonia mengatakan mulai banyak
              perusahaan di Tanah Air yang telah mengalihkan rekrutmen untuk posisi dengan keterampilan
              khusus seperti ahli teknologi informasi dan staf akuntan ke perusahaan mancadaya.

              Hal  ini  disebutnya  turut  mendorong  bermunculannya  perusahaan  penyedia  tenaga  alih  daya
              khusus untuk pekerjaan tersebut.

              Tak dibatasinya jenis pekerjaan yang bisa diserahkan ke perusahaan lain ini pun dinilai Mira bisa
              membawa keuntungan tersendiri bagi perusahaan.
              Meski penggunaan tenaga alih daya cenderung lebih mahal, Mira mengatakan perusahaan tak
              perlu  lagi  dipusingkan  dengan  upaya  peningkatan  kompetensi  yang  mungkin  bisa  beragam
              jenisnya dalam satu perusahaan.

              "Pada akhirnya perusahaan alih daya akan kian bervariasi dan perusahaan pengguna tidak perlu
              bingung atau membuat kompetensi sendiri, misalnya untuk posisi  sales  motoris, perusahaan

                                                           193
   189   190   191   192   193   194   195   196   197   198   199