Page 547 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 9 OKTOBER 2020
P. 547
UU CIPTA KERJA DINILAI RAMPAS HAK RAKYAT
Presiden mahasiswa Universitas Samudera (Prema Unsam) Langsa, Fendi, menilai pengesahan
Omnibus Law Rencana Undang-Undang (RUU) Cipta Kerja menjadi UU telah merampas hak
rakyat.
"Kita sangat menyesalkan sikap Pemerintah Republik Indonesia yang telah mengesahkan
Omnibus Law RUU Cipta Kerja menjadi UU, karena dianggap tidak memihak, bahkan telah
merampas hak rakyat," kata Fendi, Selasa (6/10).
Undang-undang tersebut disahkan pada rapat paripurna di Gedung DPR, Senayan, Jakarta,
Senin, (5/10) oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI bersama perwakilan Pemerintah Republik
Indonesia dan Dewan Perwakilan Daerah (DPD).
Menurut dia, pengesahan ini sangat menciderai buruh, petani, nelayan dan rakyat Indonesia.
Padahal mahasiswa mewakili beberapa BEM dan DPM Perguruan Tinggi di Langsa sudah
melakukan unjukrasa menolak RUU HIP dan Omnibus Law di DPRK Langsa.
Hal ini karena terdapat sejumlah pasal bertentangan dengan nurani rakyat. Misalnya, di Pasal
122 RUU Cipta Kerja, ketika rumah di gusur untuk membangun proyek penguasa/pemerintah,
maka rakyat tidak bisa menuntut ganti rugi. Kondisi ini sangat merugikan rakyat.
“Selain itu, pada RUU Cipta Kerja yang sudah kami kaji sebelumnya, ada dimasukkan poin-poin
kontroversi Pertanahan yang berhasil kita batalkan saat aksi Reformasi Dikorupsi September
2019. Kalaulah RUU ini disahkan, siapa aja bisa digusur untuk proyek pemerintah,” ujar Fendi.
Perusahaan bisa langsung dapat Hak Guna Usaha (HGU) selama 90 tahun dan hak tanah juga
akan diprioritaskan untuk investor sekaligus perusahaan dari pada masyarakat kecil yang sampai
sekarang belum punya jaminan hak atas tanah.
Apalagi, UU Cipta Kerja memperparah ketimpangan penguasaan tanah dan konflik agraria
dengan menghilangkan pembatasan luas maksimum penguasaan tanah bagi perusahaan
perkebunan, industri kehutanan, dan pertambangan.
Berdasarkan data pemerintah ada 20 ribu lebih kampung/desa yang masih tumpang-tindih
dengan klaim kawasan hutan.
"Nah, bukannya mencari solusi penyelesaian konflik lahan yang tumpang tindih, RUU ini justru
memperparah," ujarnya.
Kata dia, UU Cipta Kerja dinilai mempermudah perampasan dan penggusuran atas nama
pembangunan infrastruktur dan bisnis, misalnya untuk kepentingan tambang, pariwisata dan
Kawasan Ekonomi Khusus (KEK).
Kemudian, pengadaan tanah kedepannya tidak akan lagi memperhitungkan situasi ekonomi,
sosial dan budaya masyarakat yang terdampak pembangunan. AMDAL pun tidak lagi harus
dipenuhi.
Dibidang Pertanian UU Cipta Kerja mempercepat alih fungsi tanah, sehingga memungkinkan
adanya kriminalisasi dan diskriminasi kepada petani, nelayan dan masyarakat adat.
Pangan adalah sektor kunci dalam situasi krisis Covid-19 seperti saat ini. Ironisnya, tiap tahun
tanah pertanian di Indonesia terus menyusut akibat alih fungsi.
546