Page 147 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 7 DESEMBER 2020
P. 147
kasus itu berupa penganiayaan fisik, eksploitasi, gaji yang dibayarkan tak sesuai kontrak, jam
kerja yang melebihi batas hingga kekerasan seksual.
90 PERSEN PMI ILEGAL MASIH ALAMI KASUS PENGANIAYAAN HINGGA
EKSPLOITASI
- Badan Perlindungan Pekerja Migrasi Indonesia (BP2MI) menyoroti banyaknya kasus yang masih
terus dialami Pekerja Migran Indonesia (PMI). Kepala BP2MI, Benny Rhamdani menyebut, kasus-
kasus itu berupa penganiayaan fisik, eksploitasi, gaji yang dibayarkan tak sesuai kontrak, jam
kerja yang melebihi batas hingga kekerasan seksual.
Benny mencontohkan seperti halnya pekerja migran yang berprofesi sebagai Anak Buah Kapal
(ABK) yang mendapatkan perlakuan diskriminatif dalam hal makanan dan minuman. Bahkan gaji
mereka tak dibayarkan selama 10 bulan.
"Itu sering dialami oleh ABK dan juga 90 persen yang mengalami kasus-kasus tadi adalah pekerja
migran yang diberangkatkan secara ilegal. Wilayah dengan kasus kekerasan PMI terbanyak di
Arab Saudi, Timur Tengah dan Malaysia," ungkap Benny di Surabaya, Kamis (3/12/2020).
Benny menambahkan, para PMI seharusnya mendapat pembekalan ketika diberangkatkan
bekerja di luar negeri. Hal ini untuk memperkuat diri mereka setelah mendapatkan pendidikan
dan pelatihan.
"Misal kalau dia jadi pelaut, dia akan mengerti dengan apa yang dilakukan. Mereka gak pernah
ikut pelatihan, lempar jangkar aja nggak ngerti, jaring nggak paham, akhirnya dimarahin oleh
majikan," bebernya.
Menurutnya, pembekalan bahasa pun juga penting, karena bisa dibayangkan apabila orang dari
kampung yang tiba-tiba diberangkatkan kemudian bekerja di luar negeri tak paham dengan
bahasa para majikannya.
"Secara bahasa sudah beda diperintah A melakukannya B, yang muncul emosi dari majikan dan
kekerasan pun terjadi. Memang keberangkatan ilegal ini adalah bisnis kotor. Itu adalah cara
mendapatkan uang dengan jumlah besar dengan cepat," jelas Benny.
Para calo atau sindikat-sindikat yang memberangkatkan para PMI secara ilegal ini bisa
mendapatkan keuntungan Rp 30 juta sampai Rp 40 juta setiap orang. Bahkan hanya untuk
meloloskan di bandara, seorang PMI harus merogoh kocek sebesar Rp 3 juta.
Benny juga mengakui apabila sindikat-sindikat ini juga bekerjasama dengan pihak penerbangan.
Modus para sindikat ini bermodal paspor dan visa.
"Visa turis syarat pertama kan harus menunjukkan tiket keberangkatan dan kepulangan,
bagaimana bisa mereka lolos dengan tiket keberangkatan, dengan pihak penerbangan juga
bermain dengan sindikat ini," ungkapnya.
"Kenapa saya nggak terlalu peduli ngomong oknum-oknum tadi, karena memang kita harus
yakin. Secara institusi semua bicara merah putih, bicara kepentingan bangsa. Tapi kalau oknum
penjahat di manapun selalu ada," tambah Benny.
Pihaknya telah mengirimkan surat kepada pihak penerbangan di antaranya ke Emirat, Etihad dan
Malaysia Airline yang sering ditemukan banyak terjadinya kasus PMI ilegal.
"Siapapun yang terlibat maka kita akan melakukan proses hukum, menyeret penerbangan
bahkan melaporkan kantor pusat mereka di negara-negara penempatan," pungkas Benny.
146