Page 168 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 7 DESEMBER 2020
P. 168
FENOMENA PREKARIAT PERLU DIANTISIPASI PEMERINTAH
Covid-19 telah menghasilkan dampak serius bagi struktur ketenagakerjaan Indonesia, antara lain
membesarnya jumlah para pekerja rentan dan informal yang disebut prekariat. Oleh karena itu,
pemerintah perlu mengantisipasi fenomena ini melalui penciptaan lapangan kerja formal besar-
besaran dan jaminan sosial bagi para pekerja rentan.
Hal ini terungkap dari diskusi yang diselenggarakan oleh SIGMAPHI Policy Reserch dan Data
Analysis dan Kementerian Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK) bertema
Fenomena Prekariat dan Solusinya: Revolusi Mental dan Pancasilanomics, di Jakarta, Kamis
(3/12).
Data BPS menunjukkan pandemi Covid-19 telah berdampak terhadap 29,12 juta penduduk usia
kerja. Di dalamnya terdapat 24,03 juta orang yang mengalami pengurangan jam kerja, 1,77 juta
orang sementara tidak bekerja, dan 2,56 juta orang menjadi pengangguran.
Besarnya dampak pandemi, pada gilirannya telah mendorong kenaikan tingkat pengangguran
terbuka dari 5,23% pada Agustus 2019 menjadi 7,07% pada Agustus 2020, atau dari 7,10 juta
orang menjadi 9,77 juta orang.
Para pekerja rentan di Indonesia tersebut belum termasuk para tenaga kerja yang saat ini
berstatus sebagai tenaga ahli daya atau outsourcing dan pekerja yang masih berstatus sebagai
pekerja kontrak di sebuah perusahaan.
Dalam diskusi tersebut, Guru Besar IPB Nunung Nuryartono menyampaikan bahwa fenomena
prekariat ini perlu untuk dicermati lebih lanjut oleh semua pihak, khususnya pemerintah.
"Pandemi Covid-19 telah mengakibatkan adanya informalisasi tenaga kerja kita yang terjadi
hampir di seluruh sektor," tutur Nunung.
Nunung melanjutkan bahwa kenaikan pengangguran, pekerja paruh waktu, pekerja yang
berkurang jam kerjanya, hingga masuknya angkatan kerja baru, adalah persoalan yang harus
diselesaikan oleh negara melalui penciptaan lapangan kerja secara besar-besaran.
"Ketika hal tersebut tidak diselesaikan secara komprehensif, maka kondisi struktur
ketenagakerjaan yang demikian akan segera memperburuk kondisi kemiskinan, ketimpangan,
dan dalam beberapa aspek dapat bergerak ke arah kerusuhan sosial atau social unrest," pungkas
Nunung.
Anggota Gugus Tugas Nasional Revolusi Mental Kementerian Koordinator PMK, Tri Mumpuni
menjelaskan bahwa akar persoalan dari fenomena prekariat adalah dipisahkannya sumber daya
lokal dari komunitas lokal, sehingga investasi berjalan dengan hanya mengeksploitasi sumber
daya yang ada.
"Maka tugas negara dalam kerangka Revolusi Mental dan Pancasilanomics adalah memastikan
investasi yang berjalan harus menyatukan sumber daya lokal dan komunitas lokal agar
masyarakat dapat sejahtera, berdaya hidup mandiri, serta bermartabat, serta mengalokasikan
subsidi negara dengan tepat sasaran," papar Tri.
Lebih lanjut, Dosen Fisipol Unair Airlangga Pribadi menjelaskan fenomena prekariat adalah hasil
nyata dari praktik ekonomi pasar bebas atau neoliberalisme yang berdampak pada munculnya
kelompok masyarakat yang hidup dalam kondisi ketidakpastian atau rentan melalui sistem pasar
bebas tenaga kerja yang disebut pasar tenaga kerja fleksibel atau labor market flexibility .
"Pancasila musti ditempatkan sebagai metode historis dan praksis untuk menyelesaikan
persoalan struktural, seperti neoliberalisme dan oligarki yang menghasilkan kelas prekariat,"
terang Airlangga.
167