Page 161 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 12 JANUARI 2021
P. 161

RPP SOAL PKWT, OUTSOURCING DAN PHK DIRILIS, DIDUKUNG PENGUSAHA,
              DIPROTES PEKERJA
              Pemerintah  mulai  melakukan  sosialisasi  sejumlah  aturan  turunan  atas  Undang-Undang  No
              11/2020 tentang Cipta Kerja. Salah satu yang ditunggu adalah Rancangan Peraturan Pemerintah
              (RPP) sektor ketenagakerjaan, khususnya tentang Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT), Alih
              Daya, Waktu Kerja dan Waktu Istirahat, Serta Pemutusan Hubungan Kerja (PHK).

              Kepala Bagian Hukum dan Kerjasama Luar Negeri Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker)
              Agatha Widianawati mengatakan, rancangan beleid ini sudah dibahas di tingkat tripartit yakni:
              Pemerintah, perwakilan pengusaha, dan serikat pekerja. Agatha kepada KONTAN, pekan lalu
              menyatakan, draf aturan ketenagakerjaan ini sudah diunggah ke situs khusus UU Cipta Kerja
              dan siap untuk menerima masukan publik.

              Poin beleid ini sendiri memperjelas aturan di UU Cipta Kerja.

              Pertama, PKWT hanya untuk jenis pekerjaan tertentu, tidak bisa untuk pekerjaan yang bersifat
              tetap.

              Kedua, pemberian kompensasi kepada pekerja PKWT yang telah selesai menjalankan tugasnya.
              Ketiga, aturan pemberian pesangon akibat adanya PHK.

              UU Cipta Kerja menyebut pesangon pekerja yang sebelumnya dipangkas dari maksimal 32 kali
              upah, dalam RPP hanya 19 kali, terdiri dari 9 kali upah untuk pesangon dan 10 kali upah untuk
              uang penghargaan masa kerja. Nilai pesangon bahkan bisa kian rendah pada beberapa kasus
              PHK.Pebisnis semisal, bisa hanya membayar separuh dari nilai pesangon yang ditetapkan.

              Penyebab kerugian mesti jelas

              Sekjen  Organisasi  Pekerja  Seluruh  Indonesia  (OPSI)  Timboel  Siregar  menilai,  aturan  ini
              merugikan pekerja. Contoh soal perusahaan yang mengalami kerugian dua tahun berturut-turut
              bisa melakukan PHK ke pekerja dengan membayarkan pesangon setengah jumlah pesangon
              yang ditetapkan UU.

              "Harusnya ada kepastian, 2 tahun berturut turut itu karena memang tak mampu lagi atau alasan
              lain. Ini harus diperjelas," kata Timboel kepada KONTAN, Minggu (10/1).

              Karena itu, dia minta dalam RPP ada rincian misalnya wajib ada audit dari eksternal perusahaan
              yang menyatakan bahwa kondisi perusahaan sulit, bukan klaim sepihak perusahaan. Atas poin
              keputusan PHK, pemerintah juga harus mempertanyakan dan meneliti terlebih dahulu. Karena
              pada kenyataannya kalau orang mengganti usaha ingin menghapus kewajiban dengan menutup
              usahanya. "Padahal dia sebenarnya tak rugi," ujar dia.

              Hanya  menurut  Ketua  Komite  Tetap  Ketenagakerjaan  Kadin  Indonesia  Bob  Azzam,  aturan
              pesangon dalam RPP sektor ketenagakerjaan masih wajar. Kata dia, saat perusahaan sedang
              dalam keadaan kesulitan keuangan, harus ada keringanan dalam membayar pesangon saat PHK.

              "Kalau rugi atau force majeur wajar diberi keringanan pesangon," kata Bob, Minggu (10/1).

              Bob juga mengusulkan dibentuknya skema lain dalam pembayaran pesangon karyawan PHK,
              agar tak memberatkan perusahaan saat mengalami kerugian atau pailit. Usulan Bob, ada skema
              dana pesangon yang disiapkan jikalau ke depan perusahaan harus melakukan PHK.

              "Pesangon bisa dibentuk dalam dana masa depan, jangan tergantung keuangan perusahaan saat
              ada PHK sudah pasti sulit, ujar dia. Dengan begitu, saat PHK, pekerja bisa mendapatkan uang
              pesangon lebih besar.


                                                           160
   156   157   158   159   160   161   162