Page 32 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 2 DESEMBER 2020
P. 32
penuturan para korban, bekerja di kapal pencari ikan sering kali harus menghadapi situasi
bekerja nonstop dan abai pada pembatasan jam kerja. Fasilitas akomodasi dan makanan pun
sangat tidak layak.
Terungkapnya pelarungan 3 jenazah anak buah kapal Indonesia di laut lepas, membuka kotak
pandora, kerentanan pekerja migran Indonesia di sektor kelautan yang bisa berujung pada
kematian.
Pekerja migran Indonesia yang bekerja di sektor perkebunan kelapa sawit juga menghadapi
situasi yang sama. Sebagian besar perkebunan mengambil keuntungan dari kerentanan pekerja
migran yang berstatus sebagai pekerja tidak berdokumen.
Status ini membuat pekerja migran selalu terancam akan kriminalisasi atas kebijakan
keimigrasian Malaysia yang represif sehingga mereka tunduk atas kemauan perusahaan.
Setidaknya, dalam tahun ini ada dua laporan investigasi independen, yang dilakukan lembaga
HAM internasional yang memperlihatkan kerentanan mereka, terutama di masa pandemi covid-
19.
Kisah kerentanan pekerja di tiga sektor ini, mengonfirmasi temuan global slavery index pada
2014 dan 2016. yang menyebut bahwa sebagian besar pekerja migran Indonesia yang terjebak
dalam praktik perbudakan modern bekerja di sektor keluatan, perkebunan kelapa sawit, dan
pekerja rumah tangga. Jika kasus itu masih terus terjadi pada 2020, dapat disimpulkan belum
ada perubahan yang signifikan terhadap kondisi pekerja migran di tiga sektor tersebut.
Tentu saja, pemerintah Indonesia juga telah mencoba melakukan perbaikan kebijakan. Secara
umum, telah ada komitmen perlindungan sebagaimana ditunjukkan dalam UU No 18/2017
tentang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia.
Di zaman Menteri Susi Pudjiastuti, juga telah dirumuskan peta jalan mengakhiri segala aktivitas
ilegal di bidang kelautan, termasuk perbudakan pekerja kelautan. Indonesia juga telah mencoba
merumuskan agenda industri kelapa sawit berkelanjutan.
Namun, langkah ini membutuhkan dukungan dan komitmen kuat dari sektor bisnis yang selama
ini abai pada persoalan HAM. Dengan demikian, desakan agar seluruh entitas bisnis mematuhi
Prinsip-Prinsip Panduan Bisnis dan HAM, yang dikeluarkan PBB (The Guiding Principles on
Business and Human Rights), menjadi mutlak.
Selain itu, karena persoalan pekerja migran ialah persoalan antarnegara, diperlukan juga
komitmen yang kuat dari politik luar negeri dan diplomasi perlindungan. Harus diakui, di sektor
ini, Indonesia mesti banyak berbenah.
Peran diplomat yang menjadi ujung tombak politik perlindungan pekerja migran harus benar-
benar memiliki komitmen yang kuat dan tidak menomorduakan urusan pekerja migran yang
selalu dianggap 'remeh temeh' dalam diplomasi luar negeri. Modalitas yang dimiliki, seperti
kesertaan menjadi negara pihak dalam instrumen HAM internasional, forum-forum regional dan
multilateral, serta hubungan bilateral tidak ada artinya tanpa komitmen yang kuat dari diplomat
yang mengawalnya.
Mengapa perbudakan modern?
Istilah perbudakan modem ini mempertegas realitas yang dihadapi mereka yang terperangkap
dalam perdagangan manusia. Sering kali kita bersikutat dalam sengkarut peristilahan mengenai
eksploitasi seksual, kerja paksa, dan perdagangan manusia. Instrumen-instrumen yang
membahas perkara itu juga sangat ketat memberi batasan-batasan secara legal.
31