Page 60 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 29 SEPTEMBER 2020
P. 60
Ringkasan
Rampungnya pembahasan RUU Cipta Kerja klaster ketenagaKerjaan di Badan Legislasi (Baleg)
DPR RI dinilai akan mengundang sejumlah masalah baru, yang kontraproduktif terhadap upaya
percepatan pemulihan ekonomi nasional. Sekjen Organisasi Pekerja Seluruh Indonesia Timboel
Siregar mengatakan potensi masalah terletak pada beberapa pasal. Misalnya, Pasal 59 terkait
dengan pekerja untuk waktu tertentu atau kontrak.
CIPTAKER RAMPUNG, PEKERJA LIMBUNG
Rampungnya pembahasan RUU Cipta Kerja klaster ketenagaKerjaan di Badan Legislasi (Baleg)
DPR RI dinilai akan mengundang sejumlah masalah baru, yang kontraproduktif terhadap upaya
percepatan pemulihan ekonomi nasional.
Sekjen Organisasi Pekerja Seluruh Indonesia Timboel Siregar mengatakan potensi masalah
terletak pada beberapa pasal. Misalnya, Pasal 59 terkait dengan pekerja untuk waktu tertentu
atau kontrak.
Timboel berpendapat penghapusan pasal tersebut di RUU Cipta Kerja (Ciptaker) memungkinkan
dilakukannya kontak seumur hidup bagi pekerja.
"Pengusaha pun cenderung tidak berpikir untuk jangka panjang, yang penting disahkan dahulu.
Risikonya seperti apa nanti dipikirkan lagi. Seharusnya pengusaha juga melihat ada risiko yang
dihadapi perusahaan," kata Timboel, Senin (28/9).
Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), Said Iqbal menambahkan skema jaminan
kehilangan pekerjaan (JKP) dalam RUU Ciptaker bakal memberatkan APBN.
Said memahami JKP dimaksudkan sebagai bentuk komitmen pemerintah agar buruh yang
terkena pemutusan hubungan Kerja (PHK) tidak terlalu lama mencari pekerjaan atau
menyesuaikan dengan pekerjaan yang baru.
Namun, tegasnya, pekerja tetap membutuhkan kejelasan dari skema ini, baik untuk pekerja
tetap maupun kontrak. Pasalnya, dia pesimistis anggaran pemerintah dapat memenuhi
kebutuhan pekerja korban PHK.
"Skemanya pesangon dikurangi 9 bulan. Katanya Ipesangon] mau dibayar Iditanggung]
pemerintah, tetapi tidak jelas anggarannya dari mana. Nah, kondisi [pandemi] Covid-19 dan
resesi ekonomi akan mengakibatkan jutaan pekerja yang di-PHK. Pertanyaannya, apakah dana
APBN cukup untuk membayar pesangon jutaan buruh selama 9 bulan gaji yang janjinya akan
ditanggung pemerintah? Bisa jebol APBN," ujarnya.
Lebih lanjut, dia mengatakan pekerja tetap memohon agar Upah Minimum Sektoral
Kabupaten/Kota (UMSK) tidak dihapus dan karyawan kontrak maupun pekerja alih daya memiliki
batas waktu kontrak yang jelas serta batasan jenis pekerjaannya.
Menurutnya, bila UMSK dihapuskan, upah pekerja di berbagai sektor industri berpotensi turun
hingga 30%.
"Karyawan kontrak dan outsource berisiko dipekerjakan seumur hidup. Itu masalah serius sekali
bagi pekerja. Aneh, bila buruh membayar kompensasinya dengan uangnya sendiri. Bagaimana
kalau pengusaha hanya mengontrak buruh di bawah satu tahun? Berarti buruh kontrak tidak
akan dapat JKP," ujarnya.
59