Page 123 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 29 Januari 2021
P. 123
HAK IBU BEKERJA SAAT HAMIL DAN MENYUSUI, DARI UPAH PENUH HINGGA
NURSING ROOM
Kehamilan dan menyusui adalah hak istimewa yang hanya dimiliki oleh wanita. Tidak hanya di
dalam keluarga, lingkungan pun perlu mendukung agar wanita bisa mendapatkan kedua hak
tersebut.
Bagi ibu bekerja, hak-hak tersebut dijamin oleh negara. Sayang, dalam praktiknya masih ada
sejumlah perusahaan yang mangkir dari kewajiban tersebut.
Berdasarkan survei yang dilakukan oleh Teman Bumil dan Populix pada 1.024 ibu di Indonesia,
dari 707 responden, masih ada 3 persen wanita yang mengaku tidak diperbolehkan hamil selama
masa bekerja dan 17 persen tidak mendapatkan hak cuti melahirkan selama 3 bulan. Bahkan,
30 persen dari mereka tidak mendapatkan gaji secara penuh selama cuti melahirkan.
Padahal jika merujuk pada UU RI No. 13 tahun 2003 pasal 82 ayat 1 dan pasal 84, wanita berhak
memperoleh istirahat selama 1,5 bulan sebelum melahirkan dan 1,5 bulan sesudah melahirkan,
serta mendapatkan upah penuh pada masa tersebut.
Friska Finalia Sitohang, HR Manager PT Global Urban Esensial (GUE) yang merupakan bagian
dari Dexa Group, mengatakan bahwa dari kasus-kasus yang terjadi, biasanya perusahaan yang
melanggar aturan adalah perusahaan yang segi keuangannya tidak stabil.
"Mereka memainkan ini supaya sustainability perusahaan mereka tetap terjaga. Padahal yang
mereka tidak ngeh, jika mau dibawa ke jalur hukum, mau dibawa ke dinas ketenagakerjaan,
mereka akan kalah pasti," ungkapnya, dalam keterangan yang diterima Bisnis, Kamis
(28/1/2021).
Senada dengan hasil survei dari Teman Bumil dan Populix, Maria Ulfah Anshor, komisioner
Komnas Perempuan, berpendapat bahwa meski kebijakan terkait hak untuk hamil dan menyusui
bagi ibu bekerja sudah baik, tetapi implementasinya belum ideal. Misalnya bagi pekerja kontrak
yang masih dibatasi untuk tidak boleh menikah dan memiliki anak dalam masa tertentu.
Fina menyebutkan bahwa pelaku usaha sudah seharusnya bisa berkomitmen dengan peraturan
yang ada ketika mengubah perusahaan mereka dalam bentuk PT (Perseroan Terbatas) atau
badan usaha. Mereka juga harus siap untuk menyiapkan semua fasilitas pendukung.
Karenanya, wanita berhak untuk menuntut maupun melaporkan perusahaan tempat mereka
bekerja jika tidak mendapatkan haknya untuk hamil dan menyusui. Maria menjabarkan, Komnas
Perempuan terbuka untuk membantu memberikan rujukan atau memberikan semacam surat
keterangan untuk melanjutkan pengaduan ke kementerian ketenagakerjaan.
Sejauh ini jika kasus terkait upah, ujar Maria, akan ada proses pemanggilan lalu pertemuan
antara perusahaan, tenaga kerja, dan kementerian untuk dilakukan mediasi terlebih dahulu. Fina
pun menambahkan, akan dirundingkan secara internal dan ada peraturan perusahaan yang
diubah, dengan harapan masalah bisa diselesaikan tanpa harus dibawa ke jalur hukum. Apabila
perusahaan masih membangkang, maka bisa dilaporkan ke polisi.
Berdasarkan survei Teman Bumil dan Populix, 25 persen dari 707 wanita menyebutkan tidak
mendapatkan penjelasan terkait hak-haknya selama hamil dan menyusui. Namun, bukan berarti
wanita tidak punya hak untuk bertanya.
Dari pengalaman Fina selama menjabat sebagai tim HR, dia mengaku langka sekali bertemu
calon karyawan wanita yang bertanya mengenai hak-haknya terkait hal tersebut. Yang
ditanyakan biasanya tidak jauh dari berapa gaji yang didapatkan, tunjangan apa saja yang
diberikan, serta fasilitas yang sifatnya barang, bukan servis dari perusahaan. Padahal, kritis
122