Page 14 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 24 MARET 2021
P. 14
Isu ketenagakerjaan yang menyorot industri sawit bukan saja isu secara umum tapi juga
mengkaitkannya dengan pekerja perempuan dan eksploitasi buruh anak.
Hal itu dimulai pada 2016, saat itu muncul kajian yang menyebutkan bahwa sektor sawit menjadi
bagian dari eksploitasi buruh anak.
Belakangan juga muncul berita yang cukup viral yang ditulis sebuah kantor berita asing terkait
eksploitasi pekerja perempuan di perkebunan sawit, meski hal itu harus mendapat kajian lebih
lanjut.
"Banyak kemudian isu-isu yang menyoroti secara spesifik masalah ketenagakerjaan di sektor
sawit, baik itu soal pekerja anak, pekerja perempuan, atau bahkan kerja paksa. Bahkan, Amerika
Serikat (AS) sempat melarang sawit Malaysia karena dianggap perkebunannya melakukan kerja
paksa.
Artinya, isu bernuansa ketenagakerjaan di sektor sawit menjadi alat untuk kampanye negatif
bahkan menjadi hambatan perdagangan dan politik seperti sikap AS atas Malaysia," jelas dia.
Hal inilah yang kemudian menjadi concern industri sawit Indonesia, dan Gapki sejak tiga tahun
terakhir melakukan kerja sama dengan CNV International, Federasi Serikat Buruh Kehutanan,
Perkayuan, dan Pertanian (F-Hukatan), juga Organisasi Buruh Dunia (ILO) membuat pendekatan
multistakeholders untuk memperbaiki secara terus menerus sektor ketenagakerjaan di
perkebunan sawit.
"Gapki tidak memungkiri adanya kekurangan atau kelemahan, namun semangat kami adalah
untuk memperbaiki keadaan, bagaimana memperbaiki kondisi ketenagakerjaan di perkebunan
sawit untuk mencapai kondisi yang makin lama makin baik, makin harmonis, baik dari sisi
hubungan pekerja dengan pengusaha maupun dari sisi keselamatan kerja," jelas Joko.
Dalam kesempatan itu, Joko mengatakan, pada 2019, Gapki, Hukatan, dan CNV International
bekerja sama dengan lembaga riset independen, Inkrispena, melakukan penelitian tentang
pekerja perempuan di perkebunan sawit.
Penelitian itu bertujuan memetakan dan memperbaiki praktik pengelolaan tenaga kerja
perempuan di industri sawit. Hasilnya tertuang dalam buku berjudul Panduan Praktek
Perlindungan Pekerja Perempuan di Perkebunan Sawit.
"Buku sederhana ini diharapkan menjadi pedoman bagi para pelaku usaha untuk terus menerus
memperbaiki kondisi ketenagakerjaan maupun hubungan industrial di tiap perusahaan sawit,"
ungkap Joko.
Berperan Besar Sementara itu, Deputi Bidang Perlindungan Hak Perempuan Kementerian
Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Vennetia Ryckerens Danes mengatakan,
merujuk data dari Koalisi Buruh Sawit, perkebunan sawit nasional yang pada 2019 luasnya
mencapai 14,60 juta hektare (ha) menyerap 18 juta buruh dengan separuh lebih merupakan
pekerja perempuan.
Artinya, industri perkebunan kelapa sawit telah memberi peluang besar bagi tenaga kerja tidak
hanya laki-laki tapi juga perempuan.
"Buruh perempuan berperan cukup besar pada produksi kelapa sawit, mulai dari penyemprotan,
pemupukan, pembersihan areal kebun, mengutip berondolan, dan pekerjaan-pekerjaan lainnya.
Kami berharap pengusaha bisa membuat rumah perlindungan pekerja perempuan (RP3) sebagai
tempat bagi pekerja perempuan untuk menyampaikan masukan dan keluhan," papar dia. (tl)
13