Page 530 - e- KLIPING KETENAGAKERJAAN 10 AGUSTUS 2020
P. 530

PENGAMAT NILAI STIMULUS BLT GAJI PEKERJA SALAH SASARAN

              Jakarta -  Sebagian pengamat menilai bantuan langsung tunai (  BLT  ) untuk pekerja di sektor
              formal bergaji di bawah Rp5 juta tak mampu mengangkat daya beli masyarakat, terlebih untuk
              menyelamatkan Indonesia dari ancaman  resesi.

              Pengamat Ketenagakerjaan UGM Tadjuddin Nur Effendi menyebut kebijakan sarat diskriminasi
              ini tidak tepat sasaran. Pasalnya, penopang perekonomian RI adalah pekerja bergaji menengah
              dan pekerja informal yang tidak terdata.

              "Penerima  BLT  yang  13  juta  pekerja  itu  kan  pekerja  swasta  yang  terdaftar  di  BPJS
              Ketenagakerjaan, gampang sekali itu melaksanakannya sudah ada nama dan alamat. Tapi, 60-
              70 persen pekerja kan di sektor informal," katanya kepada  CNNIndonesia.com  , Jumat (7/8).

              Dari data penelitiannya, Tadjuddin mengungkapkan bahwa total pekerja Indonesia berkisar di
              angka 173 juta orang, baik informal mau pun formal. Dari total angkatan kerja tersebut, sekitar
              20 persen di antaranya bekerja sebagai petani.

              Sehingga, terdata hampir 140 jutaan pekerja yang bekerja di luar sektor pertanian dan hanya
              30-40 persen bekerja di sektor formal. Sedangkan, yang akan dibantu oleh pemerintah hanya
              13 juta pekerja saja.

              "Dalam kondisi saat ini program hanya bisa mengungkit, tidak bisa mengangkat (daya beli). Dan
              ini hanya untuk golongan pekerja swasta menengah ke bawah," ucapnya.
              Ia menilai kebijakan yang diambil pemerintah ini 'asal cepat' saja. Sebab, untuk mendata ulang
              pekerja informal akan memakan waktu yang panjang.

              Sementara pemerintah hanya memiliki dua bulan untuk menyelamatkan RI dari resesi. Namun,
              Tadjuddin  menilai  jika  dilakukan  terburu-buru,  kebijakan  yang  tak  matang  ini  hanya  akan
              menghabiskan  anggaran  tanpa  menimbulkan  dampak  berarti.  Pasalnya,  kebijakan  hanya
              menyasar 10 persen dari total pekerja.

              Dalam kalkulasi Tadjuddin, untuk dapat menyelamatkan negara dari resesi, pemerintah harus
              memberikan BLT kepada setidak 60 persen dari total angkatan kerja. Dengan belanja yang masif,
              baru lah pertumbuhan minus 5,32 persen pada kuartal lalu dapat dipulihkan.

              "Kalau bisa bantu sekitar 60 persen sampai 70 persen dari angkatan kerja, daya beli baru bisa
              meningkat dan efektif mengangkat perekonomian. Itu baru kemungkinan resesi bisa diatasi,"
              terangnya.

              Pakar  Hukum  Ketenagakerjaan  Universitas  Krisnadwipayana  Payaman  Simanjuntak
              mengapresiasi usaha pemerintah mendongkrak daya beli masyarakat. Namun, ia menilai akan
              lebih  baik  jika  pemerintah  memberikan  santunan  kepada  pengangguran  yang  saat  ini  tak
              memiliki penghasilan sama sekali.

              Bantuan serupa dinilainya perlu diberikan kepada pensiunan PNS yang 90 persen di antaranya
              menerima  dana  pensiun  kurang  dari  Rp5  juta  per  bulan.  Sehingga,  mereka  terpaksa  harus
              mencari pekerjaan tambahan dengan fisik yang rentan.

              Selain  itu,  ia  juga  mengingatkan  pemerintah  untuk  mendorong  pertumbuhan  dari  sisi  riil
              sehingga produksi dapat digerakkan. Jika tidak, ia cemas stimulus hanya akan mendorong inflasi.

              "Akan tetapi, dalam waktu yang sama, sektor riil atau produksi juga harus digerakkan. Bila tidak,
              stimulus menaikkan daya beli hanya akan mendorong inflasi," ujarnya.



                                                           528
   525   526   527   528   529   530   531   532   533   534   535