Page 687 - e- KLIPING KETENAGAKERJAAN 10 AGUSTUS 2020
P. 687
5 CATATAN PENTING PRO KONTRA TENTANG WACANA PEMBERIAN BLT PEKERJA
RP 31,2 T
Jakarta - Pemerintah tengah menyiapkan bantuan langsung tunai atau BLT senilai Rp 31,2 triliun
untuk 13 juta pekerja dengan penghasilan di bawah Rp 5 juta atau yang disebut BLT Pekerja .
Nilai bantuan yang akan diberikan itu sebesar Rp 600 ribu per bulan dan dicairkan sebanyak
empat kali.
"Program stimulus ini sedang difinalisasi agar bisa dijalankan oleh Kementerian Ketenagakerjaan
di bulan September 2020 ini," kata Erick Thohir melalui keterangan tertulis, Kamis, 9 Agustus
2020.
Program BLT untuk mendongkrak konsumsi di level masyarakat menuai beragam tanggapan.
Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) pro terhadap kebijakan itu karena dapat
meringankan beban buruh yang pada masa-masa ini tak memperoleh upah penuh.
Sedangkan Institute Development of Economic and Finance (Indef) beranggapan program
pemerintah justru bakal menciptakan ketidakadilan.
Dihimpun Tempo , berikut catatan penting tentang pro dan kontra wacana BLT bagi pekerja.
1. Jika Bantuan Diterima Buruh, Daya Beli Bisa Terdongkrak KSPI menyatakan apresiasinya
terhadap upaya pemerintah yang bakal mengucurkan bantuan gaji kepada pekerja. Presiden
KSPI Said Iqbal mengatakan di masa pandemi covid-19 ini banyak buruh yang tidak
mendapatkan upah penuh. Sehingga kata dia, dampaknya membuat daya beli buruh turun.
Said lalu berharap bantuan itu segera terealisasi. "Terhadap program pemberian bantuan gaji
kepada buruh tentu KSPI setuju. Kami berharap program ini bisa segera direalisasikan," kata
Said.
2. Data Penerima BLT Pekerja Harus Valid Kendati mendukung program itu, KSPI memberi
peringatan kebijakan subsidi gaji bagi para pekerja harus tepat sasaran, tepat guna, dan disertai
dengan pengawasan yang ketat. "Data 13 juta buruh yang akan menerima bantuan ini harus
valid agar pemberian bantuan upah tepat sasaran," ujar Said.
3. Dikhawatirkan Bakal Menciptakan Ketidakadilan Direktur Eksekutif Indef Tauhid Ahmad
mengkritik kebijakan pemerintah. Dia memandang, BLT untuk pegawai berpenghasilan di bawah
Rp 5 juta bakal menciptakan ketidakadilan.
Sebab, kata dia, saat ini pekerja atau karyawan di Indonesia jumlahnya sangat besar, yaitu
mencapai 52,2 juta. Sehingga, kata dia, proses penetapan pihak-pihak yang mendapat BLT dinilai
patut dipertanyakan. "Ada ketidakadilan kalau itu diterapkan. Kenapa tidak semua
mendapatkan?" ucapnya.
4. Jangan Sampai Membuat Pekerja Informal Tersisih Di samping itu, Tauhid menganggap
pekerja informal berpotensi tersisih dari daftar penerima bantuan atau tidak masuk daftar pihak
yang memperoleh insentif. Musababnya, data pekerja acap dihubungkan dengan peserta BPJS
Ketenagakerjaan.
Tak hanya akan menimbulkan masalah untuk pekerja non-informal, pihak-pihak yang belum
ternasuk dalam PKH dan belum menerima stimulus Kartu Prakerja, tidak akan dapat BLT Pekerja
tersebut. "Ini tidak ter-cover," ucapnya. Ia khawatir, pada masa mendatang, bantuan ini malah
akan memperlebar jurang kesenjangan.
5. Kriteria Penerima BLT Pekerja Harus Diperjelas Selain kritik terkait ketidakadilan sosial, Tauhid
memandang sasaran karyawan yang bergaji di bawah Rp 5 juta sebagai calon penerima bantuan
685