Page 84 - e- KLIPING KETENAGAKERJAAN 10 AGUSTUS 2020
P. 84

Namun, program ini berpotensi menimbulkan kecemburuan. Pertama, kuota peserta di Kartu
              Prakerja sebanyak 5,6 juta orang sementara di program subsidi gaji sebanyak 13 juta pekerja,
              padahal jumlah pekerja informal dan yang ter-PHK jauh lebih banyak dari pekerja aktif.

              Kedua, pekerja informal dan yang ter-PHK relatif sulit mengakses Kartu Prakerja, yaitu mendaftar
              secara online dan harus ikut pelatihan dulu, sementara pekerja aktif akan mudah mendapatkan
              subsidi, hanya karena terdaftar di BPJS

              Ketenagakerjaan.

              Ketiga, kecemburuan juga akan muncul dari sekitar 10 juta pekerja konstruksi yang memang
              terdaftar  sebagai  peserta  di  BPJS  Ketenagakerjaan,  tetapi  tidak  menjadi  target  subsidi  gaji.
              Padahal mereka adalah pekerja yang terdampak daya belinya.

              Untuk mengatasi kecemburuhan ini pemerintah seharusnya bisa menambah kuota peserta Kartu
              Prakerja  dan  mempermudah  akses  pendaftarannya.  Demikian  juga  pekerja  konstruksi
              sehalusnya dilibatkan dalam subsidi gaji.

              Persoalan Data

              Program  subsidi  gaji  ini  harus  memiliki  mekanisme  perekrutan  yang  memang  tepat  sasaran.
              Belajar dari Kartu Prakerja yang bermasalah dengan proses perekrutan karena tidak memiliki
              data, seharusnya pelaksanaan program subsidi gaji ini didasarkan pada data yang tepat.

              Bila sumber data hanya berasal dari BPJS Ketenagakerjaan maka subsidi ini berpotensi ada yang
              tidak  tepat  sasaran.  Faktanya,  belum  semua  perusahaan  mendaftarkan  pekerjanya  di  BPJS
              Ketenagakerjaan, khususnya pekerja UMKM. outsourcing dan kontrak kerja. Selain itu, masih
              ada pemberi kerja yang mendaftarkan gaji pekerjanya sebatas upah minimum agar iurannya
              menjadi lebih kecil, padahal gaji sesungguhnya di atas Rp 5 juta.
              Seharusnya data yang digunakan bersumber dari Kementerian

              Ketenagakerjaan (Kemnaker), sementara data BPJS Ketenagakerjaan sebagai pembanding saja.
              UU  7/1981  tentang  Wajib  Lapor  Ketenagakerjaan  di  Perusahaan,  mewajibkan  seluruh
              perusahaan  melaporkan  data  ketenagakerjaannya,  termasuk  jumlah  pekerja  dan  upahnya.
              Dengan kewajiban ini seharusnya Kemnaker dan dinas tenaga kerja (Disnaker) memiliki data-
              data tersebut.

              Dengan data yang dimiliki Kemnaker ini, tentunya jumlah pekerja yang memiliki upah di bawah
              Rp 5 juta per bulan lebih besar dari 13 juta orang. Dengan data ini pun.

              pemerintah  dengan  mudah  memprioritaskan  pekerja  yang  akan  mendapat  subsidi  gaji  ini.
              mengingat  keterbatasan  anggaran.  Pekerja  UMKM  yang  upahnya  dipastikan  di  bawah  upah
              minimum dan pekerja yang mengalami pemotongan upah seharusnya menjadi sasaran utama
              program ini.

              Dengan tepat sasaran, maka subsidi gaji ini akan dibelanjakan karena memang kebutuhan yang
              harus dipenuhi. Namun, bagi pekerja yang masih mendapatkan upah full dari perusahaan maka
              subsidi  ini  akan  "diparkir"  di  tabungan  sehingga  tidak  terbelanjakan.  Kondisi  ini  yang  akan
              menghambat  capaian  peningkatan  konsumsi  masyarakat  guna  mendorong  pertumbuhan
              ekonomi menjadi positif.

              Untuk memastikan lebih tepat sasaran. Kemnaker dan Disnaker seharusnya proaktif memberikan
              akses kepada pemberi kerja mendaftarkan pekerjanya, demikian juga Serikat Pekerja/Serikat
              Buruh bisa mendaftarkan anggotanya dengan tetap berkoordinasi dengan pemberi kerja.


                                                           82
   79   80   81   82   83   84   85   86   87   88   89