Page 191 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 21 JANUARI 2020
P. 191

Sejauh ini, wacana yang mencuat yaitu bagi pekerja yang bekerja kurang dari 35 jam dalam sepekan,
               akan berlaku upah minimum per jam. Sementara, bagi yang dapat melebihi target jam kerja, akan
               digaji sesuai dengan upah minimum.
               "Ini diskriminasi," tegasnya.

               Kedua,  bagi  pekerja  yang  diputus  hubungan  kerjanya  oleh  perusahaan,  tidak  akan  mendapat
               pesangon.  Sebagai  gantinya,  mereka  akan  mendapatkan  uang  tunjangan  PHK  melalui  BPJS
               Ketenagakerjaan sebesar enam bulan kali gaji.

               Menurut dia, besaran uang tunjangan itu jauh lebih kecil dibandingkan dengan uang pesangon yang
               seharusnya diterima. Bila merujuk mekanisme yang berlaku saat ini, setiap pekerja yang telah bekerja
               lebih dari delapan tahun, akan mendapat pesangon sebesar sembilan kali gaji.

               Selain itu, mereka juga akan mendapatkan penghargaan masa kerja kira-kira tiga bulan kali gaji dan
               ditambah dengan penggantian hak sebesar 15 persen selama dua bulan.
               "Kalau (diakumulasikan) 14 bulan, (tapi ini) diturunkan jadi enam bulan itu persoalan serius. Pesangon
               itu kan daya tahan buruh ketika dia kehilangan pekerjaan," ujarnya.

               Berikutnya, ada kekhawatiran bahwa tenaga kerja asing tanpa keahlian akan membanjiri bursa kerja
               dalam  negeri.  Padahal,  seharusnya  tenaga  kerja  asing  yang  masuk  harus  memiliki  skill  tertentu
               sehingga dapat saling mentransfer ilmu tersebut ke pekerja dalam negeri.

               Keempat, hilangnya jaminan kesehatan dan pensiun karena yang berlaku upah per jam.

               Kelima, ada upaya membebaskan outsourcing dan status pegawai kontrak. Padahal selama ini, jenis
               pekerjaan yang dapat outsourching terbatas pada cleaning service, katering, sopir, sekuriti, dan jasa
               penunjang.

               "Kalau kontrak seenaknya sudah tidak ada kepastian kerja, tidak ada kepastian salary karena upah per
               jam enggak jelas karena di bawah upah minimum, dan juga tidak punya kepastian jaminan sosial. Di
               mana negara?" tegasnya.

               Terakhir, ada upaya menghapuskan sanksi bagi perusahaan yang membayar upah di bawah upah
               minimum.  Padahal,  menurut  dia,  upah  minimum  selama  ini  ditentukan  berdasarkan  kajian  yang
               matang.

               "Tapi itu mau dihilangkan. Orang enggak mau bayar upah minimum tidak apa-apa, orang tidak mau
               bayar sesuai aturan tidak apa-apa. Ini berbahaya," ujarnya.

               Ia menambahkan, pihaknya mendukung upaya Presiden Joko Widodo dalam menjaga iklim investasi
               guna menunjang pertumbuhan ekonomi, sehingga dapat menciptakan banyak lapangan kerja baru.
               Namun, ia menegaskan, investasi yang masuk jangan sampai mengurangi kesejahteraan masyarakat
               dan membuat masyarakat semakin miskin.
   186   187   188   189   190   191   192   193   194   195   196