Page 123 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 14 AGUSTUS 2020
P. 123
Abbas mencontohkan, penolakan dari pihak buruh terjadi karena mungkin hanya melihat dari
prospektif kepentingan mereka. Padahal, harus juga melihat kepentingan negara dan
pengusaha.
Terlebih, lanjut dia, aturan yang ada saat ini relatif menyulitkan perusahaan untuk merekrut
tenaga kerja yang lebih produktif dan mempunyai keterampilan tinggi, ataupun ketika terpaksa
harus memberhentikan pekerja. "Pengusaha juga membutuhkan aturan perburuhan yang tidak
terlalu memberatkan," ujarnya.
Adapun pemerintah, lanjut Abbas, membutuhkan banyak investasi yang ujungnya akan
membuka banyak lapangan pekerjaan dan mendapat pemasukan dari pajak. "Warga juga akan
bisa bekerja dan memperoleh penghasilan," katanya.
Menurut Abbas, jika semua pihak memahami secara komprehensif tentang manfaat dan
kepentingan dari RUU ini, maka kemungkinan tidak akan terjadi penolakan. Buruh tidak perlu
takut karena RUU ini untuk kepentingan bersama. Tidak mungkin pemerintah dan DPR
berkolaborasi untuk menyusahkan rakyat.
Meski demikian, Abbas menilai pro-kontra dalam pembuatan perundang-undangan merupakan
hal wajar. Pemerintah dan DPR harus tetap mendengar dan mempertimbangkan semua masukan
dan kritikan.
Ia optimistis perbedaan pandangan tersebut bisa diselesaikan dan RUU Ciptaker dapat
diselesaikan sesuai jadwal. Pemerintah sebaiknya tetap konsisten pada tujuan perbaikan
ekosistem investasi, usaha, dan ketenagakerjaan untuk memperkuat ekonomi nasional.
Diberitakan sebelumnya, buruh dan mahasiswa menolak RUU Ciptaker. Salahsatunya dari Aliansi
Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Nusantara Koordinator Sumatera Utara (Sumut) yang
melakukan aksi pada Kamis (23/7).
Pimpinan Aksi Aliansi BEM Nusantara Koordinator Sumut, Ridho Alamsyah, menilai bahwa
omnibus law merugikan pekerja karena memperpanjang jam kerja dan lembur menetapkan
upah minimum yang semakin rendah..
122