Page 185 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 12 AGUSTUS 2020
P. 185
Senayan mendesak pemerintah tidak menjadikan syarat kepesertaan Badan Penyelenggara
Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan sebagai dasar pemberian insentif Bantuan Langsung
Tunai (BLT) total Rp 2,4 juta kepada karyawan swasta berpenghasilan Rp 5 juta per bulan.
ANGGOTA Komisi VI DPR Darmadi Durianto mengingatkan, saat ini banyak perusahaan yang
masih enggan mendaftarkan karyawannya sebagai peserta BPJS Ketenagakerjaan.
Jika aturan ini dipaksakan, maka akan ada jutaan masyarakat yang terancam tidak mendapatkan
manfaat dari bantuan pemerintah sebesar Rp 600 ribu per bulan selama empat bulan ini.
"Kesalahan pemerintah ini kan terlalu banyak menumpangkan agenda lain yang akhirnya
menghambat. Dulu Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) (UM-KM yang berhak dapat relaksasi
harus memiliki NPWP). Sekarang BPJS Ketenagakerjaan yang dijadikan syarat lagi. Pe-rusahaan-
perusahaan itu masih banyak yang tidak mendaftarkan tenaga kerjanya di BPJS
Ketenagakerjaan. Kalau (BPJS) kesehatan banyak sih yang daftarkan," tegas Darmadi, kemarin.
Pemerintah, kata Darmadi, harus menyadari bahwa dengan pertumbuhan ekonomi yang saat ini
minus 5,32 persen, maka kebijakan yang diambil mestinya bersifat extraordinary. Karena itu,
kebijakan yang ditempuh tidak boleh memiliki agenda lain.
"Karena ini soal menaikkan konsumsi masyarakat sekejap dalam 2-3 bulan ini. Short term-nya
kan itu. Karena kalau tidak (bisa menaikkan daya beli masyarakat) resesi. Jadi tidak boleh buat
aturan agenda-agenda lain. Langsung saja. Tidak usah ribet-ribet. Nanti setelah naik, normal
lagi, baru dibuat, tidak masalah. Tapi sekarang ini extraordinary. Juli. Agustus. September,
kuartal ketiga sebentar lagi loh sementara mengejar dari minus 5,3 menjadi plus itu tidak
gampang. Speed-nya harus cepat." tegasnya.
Untuk itu, sambung politisi PDIP ini, kebijakan yang diambil harus efektif untuk mencegah
terjadinya resesi. Jika pertumbuhan ekonomi di kuartal ketiga ini yakni periode Juli, Agustus,
September tetap negatif, maka negara akan masuk resesi. Untuk mencegah hal tersebut terjadi,
maka satu-satunya jalan dengan meningkatkan daya beli atau konsumsi masyarakat.
Cuma masalahnya, bantuan yang digelontorkan pemerintah baru menyentuh rakyat miskin.
Sementara masyarakat golongan espiring middle class sama sekali belum terjamah.
'''Espiring middle class itu apa. yaitu dari masyarakat miskin yang mau berpindah ke menengah
tapi terhambat. Itu kan jumlahnya 45 persen dari total penduduk kita atau 115 juta orang. Nah
ini yang prioritas. Makanya pemerintah sekarang mengeluarkan bantuan tunai Rp 600 ribu per
bulan. Yang dapat ini kan yang memiliki rekening. Karena itu program ini harus dijalankan tanpa
ada gangguan. Tapi dengan mensyaratkan BPJS Ketenagakerjaan maka bisa membuat tidak
efektif. Kenapa? Karena sekarang ini banyak sekali karyawan tidak terdaftar di BPJS
Ketenagakerjaan," keluhnya.
Darmadi mengingatkan, banyak kebijakan pemerintah yang tidak berhasil karena ditumpangi
agenda lain. Contohnya kebijakan relaksasi kredit bagi Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM)
yang gagal menarik minat pelaku UMKM karena adanya syarat NPWP.
Pemerintah sedianya memberlakukan kebijakan ini untuk mendongkrak pemilik NPWP di sektor
usaha. Contoh lainnya relaksasi pengurangan (Pajak Penghasilan) pasal 25 dengan diskon 50
persen juga tidak berjalan dengan efektif karena banyak sektor UMKM yang tidak masuk dalam
klausul baku itu. Akibatnya, banyak bisnis-bisnis usaha yang tidak bisa mengajukan pengurangan
diskon Pph Pasal 25 itu.
Darmadi menilai, BPJS Ketenagakerjaan menjadi syarat untuk memaksa perusahaan yang
sampai saat ini tidak mendaftarkan karyawannya untuk menjadi peserta.
184