Page 58 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 15 MARET 2021
P. 58
Lapangan usaha terdampak kebijakan maupun kondisi pandemi, umumnya adalah pekerjaan di
sekitar perempuan. Pekerjaan di bidang penyediaan makan minum, industri garmen,
perdagangan, kesehatan, termasuk asisten rumah tangga adalah di antara pekerjaan yang
"rentan" terpapar COVID-19 maupun "rentan" penutupan aktivitas. Padahal partisipasi
perempuan di pekerjaan ini relatif besar.
Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) perempuan sebesari 53,13 persen pada Agustus 2020.
Angka ini masih jauh lebih rendah dibandingkan laki-laki. Di mana TPAK laki-laki lebih dari 1,5
kali TPAK perempuan (82,41 persen).
Dari sisi pekerjaan, perempuan juga banyak berkecimpung di sektor informal. Data BPS (Agustus
2020) menunjukkan dari 50,70 juta pekerja perempuan, 65,35 persen bekerja di sektor informal.
Sektor ini sering ditandai dengan rendahnya jaminan (proteksi), skala usaha kecil, relatif tidak
stabil dan tingkat penghasilan rendah.
Sebagai pekerja informal, perlindungan ketenagakerjaan cenderung rendah. Belum lagi, masih
adanya isu ketidaksetaraan upah antara perempuan dan laki-laki Dalam berbagai lapangan
pekerjaan. Ketidaksetaraan Dalam hal tingkat partisipasi, perlindungan, maupun upah, semakin
membawa perempuan Dalam belenggu kemiskinan.
Perempuan dan kemiskinan, ikatannya semakin kuat di masa pandemi. Pandemi yang entah
kapan akan berakhir. Semakin memperkuat perempuan terperosok ke jurang kemiskinan.
Persentase penduduk miskin ( ) perempuan pada Maret 2020 sebesar 9,96 persen. Artinya, 9,96
persen dari seluruh penduduk perempuan di Indonesia berstatus miskin.
Angka ini meningkat jika dibandingkan kondisi Maret 2019 (9,63 persen). Juga lebih tinggi
dibandingkan tingkat kemiskinan laki-laki yang mencapai 9,59 persen (Maret 2020, BPS).
Kemiskinan perempuan juga akan tampak nyata pada rumah tangga dengan kepala rumah
tangga perempuan. Persentase kepala rumah tangga perempuan banyak ditemui pada keluarga
miskin. Pada Maret 2020, 15,88 persen perempuan merupakan kepala rumah tangga dengan
status miskin di Indonesia.
Data BPS juga menunjukkan, pada Maret 2020 (HCI) rumah tangga dengan kepala rumah tangga
perempuan sebesar 7,82 persen. Angka ini lebih tinggi dibandingkan HCI dengan kepala rumah
tangga laki-laki (7,79 persen).
Perempuan sebagai kepala rumah tangga miskin memiliki berbagai hambatan lebih besar
dibandingkan laki-laki. Perlu strategi lebih kuat agar bisa bertahan dengan kondisi kemiskinan
keluarganya atau membawa keluarganya keluar dari lingkaran kemiskinan.
Memperkuat Akses dan Sumberdaya Lalu, apa yang harus dilakukan? jitu apa agar perempuan
mampu bertahan dan keluar dari lingkaran kemiskinan? Dalam penelitiannya Samboel (2012)
menyebutkan bahwa hambatan sosial dan budaya merupakan faktor utama yang memengaruhi
perempuan untuk keluar dari lingkaran kemiskinan. Dalam kondisi pandemi saat ini, kiranya
hambatan struktural, modal manusia dan institusional juga menjadi penting untuk ditangani.
Penting dilakukan, memastikan adanya lingkungan yang mendukung bagi perempuan untuk
berpartisipasi aktif Dalam pembangunan. Ada norma dan inklusivitas yang mendukung
perempuan memiliki kapasitas dan kapabilitas lebih sebagai strategi keluar dari kemiskinan.
Dalam hal ini, strategis untuk memanfaatkan peluang. Indonesia memiliki potensi perempuan
usia produktif 93,94 juta jiwa (Sensus Penduduk 2020, BPS). 70,34 persen perempuan di
Indonesia berada pada usia kerja. Jangan biarkan menjadi penghambat pemulihan ekonomi,
namun jadikan sebagai potensi.
57