Page 131 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 15 DESEMBER 2020
P. 131

Dari  empat  aturan  turunan  itu,  tiga  di  antaranya  telah  selesai  dibuat,  yaitu  RPP  tentang
              penggunaan Tenaga Kerja Asing (TKA), RPP tentang hubungan kerja, waktu kerja dan waktu
              istirahat serta PHK, dan revisi PP tentang pengupahan. Sementara, tentang pesangon pekerja
              masih dalam pembahasan.

              Ketua  Biro  Konseling  dan  Advokasi  Serikat  Pekerja  Indofarma,  Tri  Okta  Sulfa  Kimiawan,
              mengatakan publik menanti RPP yang menjadi aturan turunan UU Cipta Kerja terutama Klaster
              Ketenagakerjaan. Menurutnya, ada beberapa hal yang masih menjadi perhatian, di antaranya
              menyangkut soal PHK dan pesangon pekerja.

              "Kita di lapangan banyak mengamati dan memberikan masukan-masukan RPP ke konvederasi
              untuk  dilakukan  perubahan  ke  pemerintah.  UU  Cipta  Kerja  klaster  Ketenagakerjaan  lebih
              memberikan kepastian dan perlindungan ke pekerja," kata Tri saat webinar 'Implementasi Skema
              Baru PHK dan Pesangon dalam UU Cipta Kerja', dikutip Senin 14 Desember 2020.

              Menurutnya,  data  Kementerian  Ketenagakerjaan  pada  2019  menyebutkan  hanya  27  persen
              pengusaha  yang  memenuhi  pembayaran  kompensasi  sesuai  dengan  ketentuan  UU  13/2003.
              Sisanya,  73  persen  tidak  melakukan  pembayaran  kompensasi  PHK  sesuai  dengan  UU
              Ketenagakerjaan.

              Bahkan,  laporan  World Bank  yang  mengutip  data  Survei  Angkatan  Kerja  Nasional  BPS  2018
              menyatakan 66 persen pekerja sama sekali tidak mendapat pesangon sesuai aturan, 27 persen
              pekerja menerima pesangon kurang dari yang seharusnya diterima, dan 7 persen pekerja yang
              menerima pesangon sesuai dengan ketentuan.

              Dengan kondisi tersebut, kata Tri, upaya yang harus dilakukan bukan hanya memperbaiki aturan
              atau regulasi. Namun sangat penting melakukan edukasi dan sosialisasi kepada pengusaha atau
              pemberi kerja untuk patuh dalam pembayaran pesangon pekerja sesuai ketentuan yang berlaku.

              "UU Cipta Kerja menjadi angin segar dan mampu menjadi solusi dari masalah pesangon sehingga
              memberikan kepastian pembayaran pesangon bagi pekerja di sektor apapun. Meskipun jumlah
              pesangonnya  lebih  kecil,  dari  32  menjadi  25  kali  gaji,  tapi  ini  lebih  pasti  untuk  melindungi
              pekerja," jelas Tri.

              Sekali  lagi,  dia  menegaskan,  pesangon  adalah  kewajiban  pengusaha.  Cepat  atau  lambat,
              pesangon  harus  dibayarkan.  Maka,  UU  Cipta  Kerja  hadir  menata  aturan  ketenagakerjaan  di
              Indonesia menjadi lebih baik. Regulasi memang penting namun kepatuhan menjalankan aturan
              jauh lebih penting.

              Dengan  begitu,  UU  Cipta  Kerja  bakal  mampu  meningkatkan  iklim  usaha  yang  kondusif,
              menciptakan  lapangan  kerja  baru,  dan  memacu  pertumbuhan  ekonomi  nasional.  Tanpa
              mengabaikan hak-hak pekerja yang semestinya.

              Dengan UU Cipta Kerja diharapkan menguatkan kembali terkait kebijakan PHK yang telah diatur
              dalam kontruksi skema baru PHK dan Pesangon. Inti dari kluster ketenagakerjaan mengubah
              atau menghapus serta menetapkan dari beberapa ketentuan dari UU yang berlaku.

              "Artinya Pemerintah berkomitmen memastikan pembayaran PHK dan kita berharap perusahaan
              tidak boleh abai terhadap pesangon yang telah menjadi hak para pekerja dalam melakukan PHK,"
              ujar dia.

              Sementara itu, dalam UU Ketenagakerjaan sebelumnya memang telah membedakan jenis dan
              banyaknya  kompensasi  yang  didapatkan  pekerja  jika  terjadi  PHK  tergantung  dari  alasan
              terjadinya  PHK  tersebut.  Tapi,  dulunya  pekerja  yang  PHK  terjadi  karena  mengundurkan  diri
              secara sukarela tidak berhak atas uang pesangon.


                                                           130
   126   127   128   129   130   131   132   133   134   135   136