Page 342 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 31 AGUSTUS 2020
P. 342

Badan Pusat Statistik (BPS) menyebut konsumsi rumah tangga pada kuartal II ini minus 5,51%.
              Tahun lalu pada kuartal yang sama konsumsi rumah tangga Indonesia sebesar 5,18%. Padahal,
              kontribusi  konsumsi  rumah  tangga  terhadap  perekonomian  nasional  sangat  besar,  yakni
              mencapai 57,85%.

              (  )  Dengan situasi seperti itu, yang bisa diharapkan adalah government spending (belanja
              pemerintah). Pengamat ekonomi M. Rifki Fadilah mengatakan, pengeluaran dana pemerintah
              bisa mendorong pertumbuhan perekonomian, serta Pemberian bantuan langsung tunai (BLT)
              untuk mendorong sisi permintaan.

              "Masyarakat saat ini tidak bisa melakukan demand. Orang-orang di-PHK. kemungkinan besar
              mereka  tidak  punya  uang.  Multiplier  effect,  mereka  tidak  bisa  berbelanja.  Kalaupun  mereka
              punya  uang,  dengan  situasi  krisis  dan  tidak  pasti  ini,  mereka  akan  saving,"  ujarnya  saat
              dihubungi SINDOnews.

              Rifki menilai BLT terhadap pegawai ini merupakan langkah tepat untuk mendorong permintaan.
              "Mereka  mau  konsumsi  tapi  tidak  punya  uang.  Pemerintah  ini  yang  punya  power  untuk
              menggerakan demand. Ketika masyarakat mendapatkan uang tunai secara langsung otomatis,
              tidak punya pilihan lain untuk belanja," tuturnya.

              (    )    Karena  bantuan  ini  untuk  kelas  menengah-bawah,  mereka  diharapkan  segera
              membelanjakan  ke  pasar,  warung-warung  di  sekitar  rumah,  dan  usaha,  mikro,  kecil,  dan
              menengah (UMKM). Namun, Rifki menilai akan terjadi pola belanja yang berbeda antara pekerja
              yang masih single dengan yang sudah berkeluarga.

              "Orang yang tidak memiliki keluarga spending-nya bisa diatur dalam artian tidak terlalu banyak
              kebutuhan.  Mereka  yang  memiliki  tanggungan  atau  keluarga,  mereka  akan  spending  lebih
              besar," ucapnya.

              (  )  Peneliti The Indonesian Institute (TII) itu mengusulkan agar besaran BLT untuk single dan
              yang berkeluarga dibedakan. Skema yang single jumlahnya sama sekarang. Sedangkan yang
              sudah bekerja harusnya diberikan lebih besar karena mereka mempunyai banyak keperluan,
              seperti bayar listrik rumah, susu anak, dan bayar sumbangan pembinaan pendidikan (SPP).

              "Bisa jadi bentuk bantuannya, dari Rp1,2 juta itu setengahnya voucher belanja. Mereka tidak
              punya pilihan untuk menahan. Misalnya, dalam waktu tujuh hari harus dibelanjakan. Itu lebih
              lagi  bergulirnya.  Sedangkan,  Rp600.000  lagi  diberikan  kebebasan,  mereka  mau  saving  atau
              belanja," pungkasnya.

              (akr).
























                                                           341
   337   338   339   340   341   342   343   344   345   346   347