Page 426 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 31 AGUSTUS 2020
P. 426
INDEF: KEMUDAHAN INVESTASI BISA GENJOT SERAPAN TENAGA KERJA
- Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Ahmad Heri Firdaus
menyatakan, kemudahan investasi yang digaungkan melalui Rancangan Undang-Undang Cipta
Kerja (RUU Cipker) diharapkan akan menjadi stimulus untuk menyerap tenaga kerja.
"Kalau dilihat rule-nya, pemerintah ingin buat lapangan kerja semakin banyak lewat jalur
investasi, melalui RUU Cipta Kerja," kata Ahmad Heri saat dihubungi, Kamis (27/8).
Meski demikian, Heri mengingatkan, kemudahan investai dapat menjadi peluang sekaligus
tantangan bagi pemerintah. Kian banyak investasi yang datang bakal meningkatkan serapan
tenaga kerja secara merata di dalam negeri.
Sebab, lanjutnya, tantangan yang dihadapi juga kian besar. Karena, sudah saatnya pemerintah
harus segera menyeleksi investasi yang diizinkan masuk setelah RUU itu disahkan.
"Disarankan mengutamakan industri padat karya mengingat pengangguran menjadi persoalan
yang tengah dihadapi. Kalau tidak, serapan tenaga kerjanya akan minim," ujarnya.
Heri juga mengungkapkan, rasio investasi di Indonesia kini tergolong besar terhadap produk
domestik besar, sekitar 32 persen. Tertinggi pertama dari konsumsi rumah tangga (55 persen).
Namun, kontribusi investasi tersebut kurang siginifikan terhadap serapan tenaga kerja.
Pangkalnya, sebagian besar tidak membutuhkan banyak sumber daya manusia (SDM), seperti
industri digital dan keuangan.
"Investor yang di sektor manufaktur, contohnya sektor jasa dan barang, itu kontibusinya semakin
kecil, semakin melandai," jelasnya.
Selain harus menyeleksi, pemerintah juga harus mampu dan optimal dalam mengarahkan
investasi yang masuk. Pun mesti mengelola dana yang datang karena realitasnya kini belum
maksimal.
"Untuk lihat realisasi investasi di Indonesia itu lewat icore (incremental capital output ratio atau
tingkat efisiensi investasi) dan icore Indonesia itu cukup besar dibanding negara tetangga,
sekitar 6,5," ujarnya.
"Artinya kalau kita buat suatu produk di Indonesia, handphone misalnya, itu icore-nya 6,5, maka
di negara tetangga, seperti Vietnam-Malaysia, itu icore-nya cuma 4," lanjutnya.
Semakin tinggi nilai icore, tingkat efisiensi investasi memburuk. Tingginya icore membuat
investor beranggapan Indonesia sebagai negara boros modal.
Tugas pemerintah berikutnya, bagi Heri, memastikan kualitas dan kemampuan SDM di dalam
negeri. Jika tidak, investasi yang masuk takkan berdampak positif terhadap serapan tenaga
kerja.
"Jadi kalau skill dan kualitas SDM-nya, terutama di daerah-daerah itu tidak mumpuni, ya,
percuma mereka tidak akan terserap. Malah yang ada malah perusahaan dibangun, tetapi yang
kerja atau tenaga kerjanya tetap impor dari luar negeri, seperti dari Tiongkok," urainya.
Karena itu, Heri menyarankan, pemerintah harus bisa menjamin, dan memberi masyarakat
pelatihan kemampuan kerja, bekali mereka dengan keahlian tertentu seusai dengan kebutuhan
investasi yang akan dibangun di daerah tersebut.
425