Page 480 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 31 AGUSTUS 2020
P. 480

RUU CIPTAKER MENCIPTAKAN LAPANGAN KERJA LEWAT JALUR INVESTASI

              ,  JAKARTA  - Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Ahmad Heri
              Firdaus menyatakan, kemudahan investasi yang digaungkan melalui Rancangan Undang-Undang
              Cipta Kerja (RUU Ciptaker) akan menjadi stimulus untuk menyerap tenaga kerja.

              "Kalau  dilihat  rule-nya,  pemerintah  ingin  buat  lapangan  kerja  semakin  banyak  lewat  jalur
              investasi, melalui RUU Cipta Kerja," katanya saat dihubungi, Kamis (27/8).

              Meski demikian, dirinya mengingatkan, kemudahan investai dapat menjadi peluang sekaligus
              tantangan bagi pemerintah. Kian banyak investasi yang datang bakal meningkatkan serapan
              tenaga kerja secara merata di dalam negeri.

              Tantangan  yang  dihadapi  juga  kian  besar.  Karenanya,  pemerintah  harus  segera  menyeleksi
              investasi  yang  diizinkan  masuk  setelah  RUU  Ciptaker  disahkan.  Disarankan  mengutamakan
              industri padat karya mengingat pengangguran menjadi persoalan yang tengah dihadapi.

              Heri mengungkapkan, rasio investasi di Indonesia kini tergolong besar terhadap produk domestik
              besar, sekitar 32%. Tertinggi pertama dari konsumsi rumah tangga (55%).

              Sayangnya, ungkap dia, kontribusi investasi tersebut kurang siginifikan terhadap serapan tenaga
              kerja. Pangkalnya, sebagian besar tidak membutuhkan banyak sumber daya manusia (SDM),
              seperti industri digital dan keuangan.

              "Investor yang di sektor manufaktur, contohnya sektor jasa dan barang, itu kontibusinya semakin
              kecil, semakin melandai," jelasnya.

              Selain menyeleksi, pemerintah juga harus mampu dan optimal dalam mengarahkan investasi
              yang masuk. Pun mesti mengelola dana yang datang karena realitasnya kini belum maksimal.

              "Untuk lihat realisasi investasi di Indonesia itu lewat icore (incremental capital output ratio atau
              tingkat  efisiensi  investasi)  dan  icore  Indonesia  itu  cukup  besar  dibanding  negara  tetangga,
              sekitar 6,5," ujarnya.

              "Artinya kalau kita buat suatu produk di Indonesia, handphone misalnya, itu icore-nya 6,5, maka
              di negara tetangga, seperti Vietnam-Malaysia, itu icore-nya cuma 4," lanjutnya.

              Semakin  tinggi  nilai  icore,  tingkat  efisiensi  investasi  memburuk.  Tingginya  icore  membuat
              investor beranggapan Indonesia sebagai negara boros modal.

              Tugas pemerintah berikutnya, bagi Heri, memastikan kualitas dan kemampuan SDM di dalam
              negeri.  Jika  tidak,  investasi  yang  masuk  takkan  berdampak  positif  terhadap  serapan  tenaga
              kerja.

              "Jadi  kalau  skill  dan  kualitas  SDM-nya,  terutama  di  daerah-daerah  itu  tidak  mumpuni,  ya,
              percuma mereka tidak akan terserap. Yang ada malah perusahaan dibangun, tetapi yang kerja
              atau tenaga kerjanya tetap impor dari luar negeri, seperti dari Tiongkok," urainya.

              "Makanya, pemrintah harus jamin, beri masyarakat pelatihan kemampuan kerja, bekali mereka
              dengan  keahlian  tertentu  seusai  dengan  kebutuhan  investasi  yang  akan  dibangun  di  daerah
              tersebut," tandasnya.

              (dil/jpnn).





                                                           479
   475   476   477   478   479   480   481   482   483   484   485