Page 27 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 25 FEBRUARI 2021
P. 27
Dalam beleid itu, pemerintah mengatur para PKWT menerima kompensasi sebesar masa kerja
dikali 1 bulan upah saat kontrak berakhir.
“Dalam hal upah di perusahaan terdiri dari upah pokok dan tunjangan tidak tetap maka dasar
perhitungan uang kompensasi yaitu upah pokok,” tulis Pasal 16 ayat 4 yang salinannya diperoleh
dari Kementerian Sekretaris Negara, Senin (22/2).
Kendati demikian, untuk pelaku usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM), uang kompensasi
bagi PKWT ini berdasarkan kesepakatan kedua belah pihak. Aturan membayar kompensasi tetap
berlaku meski salah satu pihak memutuskan mengakhiri perjanjian sebelum berakhirnya kontrak.
Selain itu, pekerja yang direkrut sebagai calon karyawan tetap tidak dibenarkan diikat dalam
kontrak PKWT. Masa percobaan, dalam perjanjian ini, akan dihitung sebagai masa kerja jika
dinyatakan lolos oleh perusahaan.
Pemerintah juga menegaskan bahwa para pekerja outsourcing harus diikat dalam PKWT atau
PKWTT. Artinya, dengan kondisi ini maka mereka berhak mendapatkan kompensasi ketika
kontraknya berakhir.
PP 35/2021 juga menambah jumlah alasan dapat dilakukannya pemutusan hubungan kerja
(PHK) menjadi 15 alasan. Dijelaskan dalam Pasal 36, PHK dapat dilakukan apabila terjadi merger
ataupun pemisahan perusahaan.
PHK juga diizinkan apabila perusahaan melakukan efisiensi bisnis, rugi selama terus menerus
selama 2 tahun, dijatuhi status penundaan kewajiban pembayaran utang (PKPU), pailit,
permohonan PHK sendiri oleh pekerja baik karena terlambatnya perusahaan membayar gaji 3
bulan berturut hingga diminta melakukan pekerjaan di luar penugasan dalam perjanjian kerja.
Status PHK juga diterima apabila terdapat putusan pengadilan hubungan industrial,
mengundurkan diri sukarela yang didahului surat pemberitahuan 30 hari sebelumnya, mangkir
selama 5 hari berturut, pelanggaran perjanjian kerja, tindakan pidana, sakit atau catat yang
membuat tidak mampu bekerja setelah 12 bulan, usia pensiun, meninggal dunia dan keadaan
kahar (force majeure).
Dalam hal terjadi PHK dengan kondisi salah satu dari 15 keadaan yang diatur ini, dalam keadaan
normal pekerja dan buruh menerima pesangon maksimal 9 kali upah. Nilai pesangon maksimal
itu diberikan untuk pekerja yang sudah mengabdi di atas 8 tahun kerja.
LEBIH RENDAH
Pegawai dalam PHK juga menerima maksimal uang penghargaan 10 bulan upah untuk masa
kerja di atas 24 tahun. Artinya, dalam aturan ini maka kompensasi pesangon yang diterima dari
perusahaan normal adalah 19 kali, Meski begitu, PP membagi lagi nilai pesangon berdasarkan
penyebabnya.
Aturan pesangon ini menjadi setengahnya apabila menjadi alasan PHK adalah penolakan pekerja
karena perubahan syarat kerja akibat merger dan akuisisi, karena efisiensi dimana perusahaan
dalam kondisi rugi, perusahaan tutup karena rugi, kondisi kahar, perusahaan rugi dalam status
PKPU, perusahaan pailit, dan pelanggaran perjanjian kerja.
Sedangkan hak pekerja PHK karena mengundurkan diri, maka penggantiannya hanya mengacu
kepada perjanjian kerja bersama (PKB) serta hak normatif seperti cuti dan penggantian
transportasi. Artinya, tanpa pesangon jika tidak diatur dalam PKB.
Dari kalangan pelaku usaha, Wakil Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Bidang
Ketenagakerjaan Bob Azzam berpendapat direvisinya jenis-jenis hak korban PHK sudah tepat.
26