Page 28 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 25 FEBRUARI 2021
P. 28
Menurutnya, uang penggantian hak untuk perumahan dan pengobatan serta perawatan tidak
sesuai dengan konsep pesangon.
“Kompensasi perumahan menurut saya masuk ke dana masa depan dan tidak seharusnya masuk
dalam pesangon"
Bob menjelaskan, konsep pesangon yang selama ini diadopsi Indonesia sangat ambigu lantaran
cakupan manfaat yang diterima korban PHK bisa mencapai nominal yang setara dengan upah
32 bulan.
Di negara lain, besaran pesangon disesuaikan dengan rata-rata masa tunggu sampai pekerja
memperoleh pekerjaan lagi.
Dengan demikian, ujarnya, sudah pasar kerja di Indonesia memisahkan antara pesangon yang
menjamin pekerja pada masa tunggu dan dana masa depan yang berkaitan dengan masa
pensiun.
Secara terpisah, Sekjen Organisasi Pekerja Seluruh Indonesia (OPSI) Timboel Siregar
menyebutkan, PP 35/2021 tidak lebih dari beleid aturan rumus penurunan manfaat bagi pekerja.
“PP ini jadi rumus menurunkan kompensasi pekerja. Dasar akademiknya apa?” ujarnya, Senin
(22/2).
Dia menyebutkan, aturan ini otomatis berlaku setelah disetujui Presiden Jokowi. Untuk itu,
pemerintah harus menyampaikan alasan akademik aturan yang hanya memuat rumus
penurunan manfaat bagi pekerja.
“Juga mitigasi risikonya. Misalkan dengan pemenuhan hak pekerja setelah PHK gratis jaminan
kesehatan selama 6 bulan seperti UU SJSN. Bagaimana dengan hak perumahannya selama 6
bulan seperti dalam peraturan Menteri Tenaga Kerja,” katanya.
Timboel juga menyayangkan saat penurunan pesangon juga dimasukkannya program dana
pensiun sebagai kompensasi. Menurut dia, dua persoalan ini menjadi beban tambahan di luar
nilai pesangon yang turun.
Dengan menghitung nilai dalam dana pensiun, maka saat PHK pekerja harus menunggu usia
pensiun baru dapat menerima haknya yang ada di dana pensiun. Sedangkan penurunan nilai
pesangon mengurangi kesempatan para pensiunan membuka lapangan kerja baru seperti
semangat Undang-undang Cipta Kerja.
Menurut dia, pekerja memang telah memasukkan gugatan hukum ke Mahkamah Konstitusi (MK)
terkait aturan ini. Meski begitu, perkara masih mengendap seiring MK tengah menyelesaikan
perkara Pilkada.
Dia menyebutkan, jika perkara ini ditolak MK. Pekerja dapat meneruskan melakukan judicial
review di Mahkamah Agung, terutama soal dasar akademik menurunnya manfaat yang diterima
pekerja.
Pemerintah juga diminta memberikan kepastian hukum hak pekerja segera dibayarkan meski
nilainya turun karena di lapangan sering kali belarut-larut. “Bahkan saya mendampingi ada yang
baru final setelah 2 tahun,” jelasnya.
27