Page 50 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 5 JANUARI 2021
P. 50
Masalah lanjutan adalah hilangnya ketentuan upah minimum sebisa mungkin mengejar
kebutuhan hidup layak. Dalam draf UU Cipta Kerja tebal 905 halaman yang sempat tersebar
sebagai aturan final dan sah, tidak ada lagi ketentuan tersebut.
Ada pula hoaks soal hilangnya status karyawan tetap. Dalam draf yang sama, aturan soal
pegawai kontrak masih belum lengkap. Keluhan buruh adalah tidak ada lagi batas perpanjangan
kontrak bagi pegawai kontrak dan batasan bidang-bidang pekerjaannya. Pemerintah
menjelaskan hal lebih lanjut akan diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP).
Sedangkan soal klaster pendidikan, Ketua Komisi X DPR Syaiful Huda mengaku tidak tahu
mengapa klaster itu masih dibahas dalam UU Cipta Kerja. Politikus PKB yang membidangi
masalah pendidikan ini menyatakan klaster pendidikan seharusnya sudah dicabut dalam
pembahasan terakhir. Pernyataan ini justru bertolak belakang dari omongan Airlangga Hartarto
yang mengklaim sebaliknya.
"Pendidikan didrop dalam pembahasan sehingga perizinan pendidikan tidak diatur didalam UU
Cipta Kerja demikian pula dengan pendidikan pesantren, jadi tidak ada pengaturan mengenai
pendidikan perizinan pendidikan," ucap Airlangga.
Nyatanya dalam draf 905 halaman itu klaster pendidikan masih ada. Jika draf itu tak disahkan
pemerintah dan DPR 5 Oktober lalu, pertanyaannya, draf mana yang kemudian disahkan dan
dimengerti Airlangga? Pengabaian debat substansi ini juga dilakukan dengan merahasiakan draf
asli UU Cipta Kerja yang bakal disahkan Jokowi dalam waktu paling lama 1 bulan setelah
pengesahan di DPR.
Ketua Umum Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBH) Asfinawati memandang pemerintah
menutup mata pada kritik-kritik yang muncul dari kalangan akademisi, aktivis, dan kelompok
pekerja. Sejak awal, UU Ciptaker memang dibuat secara buru-buru dan oleh sebab itu mereka
menutup debat pada substansi masalah.
"Memang kelihatan, mereka (pemerintah dan DPR) tidak mau bertarung di substansi," kata
Asfinawati kepada Tirto, Sabtu (10/10/2020). "Dia menghindar dari substansi dengan pola-pola
begitu karena pasti kalah kalau debat substansi." Munculnya PP dan Perpres di kemudian hari
tidak menjamin bahwa masalah-masalah yang ada di UU Ciptaker sepenuhnya beres. Tidak ada
kepastian bahwa masalah tersebut benar-benar diantisipasi oleh PP dan Perpres yang akan
muncul paling lama tiga bulan. Jika PP dan Perpres itu tidak berhasil mengakomodasi bolong-
bolong aturan dalam UU Ciptaker, semua sudah terlambat. UU ini tetap berlaku.
Direktur Eksekutif Indonesia Political Review (IPR) Ujang Komarudin menyatakan Jokowi
memang hanya menghindari kritik-kritik yang ada. Dia justru mencari pihak-pihak yang bisa
disalahkan untuk melegitimasi UU Ciptaker yang memang bermasalah.
"Hoaks jangan jadi pembenaran omnibus law benar-benar tidak salah. Ini yang harus dikritik
dengan keras," papar Ujang kepada Tirto. "Saya melihat ini usaha mencari kambing hitam." Di
bagian akhir pidatonya, Jokowi menyuruh siapapun yang tidak terima dengan UU Ciptaker untuk
mengajukan uji materi di Mahkamah Konstitusi karena memang demikian alur yang seharusnya
ditempuh. Bagi Ujang, pernyataan Jokowi mendelegitimasi bentuk Indonesia sebagai negara
demokrasi dengan memandang sebelah mata arti penyampaian pendapat melalui unjuk rasa.
"Pengrusakan harus ditindak, tapi soal demo, itu perjuangan rakyat," kata Ujang lagi.
Salahkan Komunikasi, Bangun Narasi Setelah bicara soal hoaks dan disinformasi, pemerintah
melontarkan pernyataan yang menyalahkan jajarannya sendiri terkait UU Ciptaker. Bagi Jokowi,
komunikasi publik yang dilakukan terkait UU Ciptaker termasuk buruk dan harus diperbaiki.
49