Page 185 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 14 JUNI 2021
P. 185
Selama periode 2008 sampai 2020 terdapat 143.456 pekerja anak yang telah ditarik dari sekitar
1,5 juta pekerja anak yang berumur 10-17 tahun berdasarkan Data survei Sosial Ekonomi
Nasional yang dilakukan oleh BPS pada tahun 2019.
"Kami di Kementerian Ketenagakerjaan serius dan tegas dalam melakukan berbagai upaya
konkret guna mengurangi pekerja anak di Indonesia," ucap Menteri Ketenagakerjaan Ida
Fauziyah dalam siaran pers yang diterima, Sabtu (12/6).
Ida mengatakan pemerintah berkomitmen besar untuk menghapus pekerja anak. Hal ini ditandai
dengan ratifikasi Konvensi ILO Nomor 138 mengenai usia minimum untuk diperbolehkan bekerja
dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1999. Selain itu, pemerintah juga memasukkan
substansi teknis yang ada dalam Konvensi ILO tersebut dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun
2013 tentang Ketenagakerjaan.
Berbagai upaya yang akan di lakukan di tahun 2021 ini di antaranya pertama, meningkatkan
kesadaran masyarakat, terutama di daerah pedesaan dan pada kelompok rentan, agar peduli
pada pemenuhan hak anak dan tidak melibatkan anak dalam pekerjaan berbahaya. Hal ini
dilakukan diantaranya melalui supervisi ke perkebunan kelapa sawit dan perkebunan tembakau.
Kedua, langkah-langkah koordinasi dan asistensi untuk mengembalikan anak-anak ke
Pendidikan, dengan menggunakan berbagai pendekatan. Ketiga, memberikan pelatihan pada
pekerja anak dari kelompok rentan (putus sekolah dan keluarga miskin) dalam program pelatihan
berbasis komunitas dan pemagangan pada lapangan pekerjaan.
Keempat, memfasilitasi intervensi bantuan sosial atau pelindungan sosial pada Kelompok /Buruh
dan keluarga miskin yang terdampak Covid-19 yang memiliki kerentanan terhadap anggota
keluarga untuk menjadi pekerja anak. Kelima, melakukan supervisi/pemeriksaan ke perusahaan
yang diduga mempekerjakan anak.
Keenam, melakukan sosialisasi/penyebarluasan informasi norma kerja anak kepada stake holder.
Dan langkah terakhir, pencanangan zona/ kawasan bebas pekerja anak di Sumatera Utara,
Sumatera Selatan, Kalimantan Timur dan Kalimantan Barat.
Ida mengakui saat ini masih ada anak di Indonesia yang belum memperoleh hak mereka secara
penuh, terutama bagi anak yang terlahir dari keluarga prasejahtera.
"Ketidakberdayaan ekonomi orang tua dalam memenuhi kebutuhan keluarga memaksa anak-
anak terlibat dalam pekerjaan yang membahayakan, bahkan terjerumus dalam bentuk-bentuk
pekerjaan terburuk untuk anak yang sangat merugikan keselamatan, kesehatan, dan tumbuh
kembang anak," kata Ida.
Ida mengapresiasi setinggi-tingginya kepada para pihak atas partisipasinya dalam
penanggulangan pekerja anak, serta mengajak Instansi terkait dan seluruh komponen
masyarakat, untuk bersama-sama mendukung penanggulangan pekerja anak secara nasional.
"Stop pekerja anak! Mari dukung upaya Pemerintah dengan meningkatkan kepedulian kepada
anak-anak sekitar kita," kata Ida.
Sementara itu, Dirjen Binwasnaker & K3, Haiyani Rumondang, menambahkan, pekerja anak yang
telah berhasil ditarik dari dunia kerja kemudian ditindaklanjuti ke dunia Pendidikan yaitu
Pendidikan formal (SD/MI, SMP/MTs, SMA/MA), pendidikan non formal (paket A, paket B, paket
C, dan pesantren).
"Program pelatihan telah bekerjasama dengan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Dinas
Pendidikan dan Kebudayaan di tingkat Provinsi, Kementerian Sosial, Dinas Sosial di tingkat
184