Page 188 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 14 JUNI 2021
P. 188
MENAKER UNGKAP 7 LANGKAH KONKRET ATASI FENOMENA PEKERJA ANAK
Jakarta - Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) terus berupaya mewujudkan komitmen
menghapus pekerja anak. Pada 2008 sampai 2020, Kemnaker menjalankan Program
Pengurangan Pekerja Anak dan berhasil menarik 143.456 pekerja anak dari berbagai jenis
pekerjaan.
Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah menjelaskan, program tersebut bertujuan mengurangi
jumlah pekerja anak dari Rumah Tangga Miskin (RTM) yang putus sekolah. Mereka ditarik dari
tempat kerja melalui pendampingan di shelter, untuk kemudian diberikan motivasi dan persiapan
anak kembali ke dunia pendidikan.
Berbicara di End Child Labour Virtual Race 2021, acara virtual yang diselenggarakan ILO dalam
rangka World Day Against Labour, Ida kembali menegaskan komitmen pemerintah yang sejalan
dengan ratifikasi Konvensi ILO Nomor 138 tersebut. Selain itu, pemerintah juga memasukkan
substansi teknis dari Konvensi ILO dalam UU Nomor 13 Tahun 2013 tentang Ketenagakerjaan.
"Kami di Kementerian Ketenagakerjaan serius dan tegas dalam melakukan berbagai upaya
konkret guna mengurangi pekerja anak di Indonesia," ujar Ida, Sabtu (12/6).
Pada 2021, Kemnaker telah merancang sejumlah langkah mengatasi fenomena pekerja anak,
antara lain melalui supervisi ke perkebunan kelapa sawit dan tembakau untuk meningkatkan
kesadaran masyarakat, terutama yang tinggal di daerah pedesaan dan pada kelompok rentan
agar peduli terhadap pemenuhan hak anak dan tidak melibatkan anak dalam pekerjaan yang
berisiko tinggi.
Selanjutnya, menyusun langkah-langkah koordinasi dan asistensi untuk mengembalikan anak
pada pendidikan melalui berbagai pendekatan; memberikan pelatihan pada pekerja anak dari
kelompok rentan seperti putus sekolah dan berasal dari keluarga miskin lewat program pelatihan
berbasis komunitas dan kesempatan magang; memfasilitasi intervensi bantuan atau
perlindungan sosial terhadap kelompok rentan yang terdampak Covid-19 sehingga anak rentan
menjadi pekerja.
Kemnaker juga akan melakukan supervisi ke perusahaan yang diduga mempekerjakan anak,
melakukan sosialisasi terkait norma kerja anak kepada para pemangku kepentingan, dan
terakhir, mencanangkan kawasan bebas pekerja anak di Sumatera Utara, Sumatera Selatan,
Kalimantan Timur, dan Kalimantan Barat.
Ida mengakui, saat ini masih ada anak-anak Indonesia yang belum mendapatkan hak secara
penuh, terlebih bagi mereka yang berasal dari keluarga prasejahtera.
"Ketidakberdayaan ekonomi orang tua dalam memenuhi kebutuhan keluarga memaksa anak-
anak terlibat dalam pekerjaan yang membahayakan, atau bahkan terjerumus dalam bentuk-
bentuk pekerjaan terburuk untuk anak yang sangat merugikan keselamatan, kesehatan, dan
tumbuh kembang anak," tuturnya.
Bagi pihak-pihak yang berkontribusi dalam penanggulangan pekerja anak, Ida pun
menyampaikan apresiasi tinggi. Dia mengajak instansi terkait dan seluruh komponen masyarakat
untuk bersama menghapus pekerja anak.
"Stop pekerja anak! Mari dukung upaya pemerintah dengan meningkatkan kepedulian kepada
anak-anak di sekitar kita," kata Ida.
187